KONTRASEPSI
09:38
KONTRASEPSI IMFLAN/ AKBK, IUD/AKDR, KONTAP.
I. GAMBARAN UMUM.
A. Pengertian Kontrasepsi.
Kontrasepsi berasal dari kata ; kontra berarti mencegah atau melawan, sedangkan konsepsi adalah; pertemuan antara sel telur ( sel wanita ) yang matang dan sel sperma ( sel pria ) yang mengakibatkan kehamilan.
Kontrasepsi adalah; menghindari atau mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat pertemuan antara sel telur yang matang dengan sel sperma.
B. Cara kerja kontrasepsi
1. Mengusahakan agar tidak terjadi ovulasi.
2. Melumpuhkan sel sperma
3. Menghalangi pertemuan sel telur dengan sperma
C. Pembagian Cara kerja kontrasepsi.
Pada umumnya cara atau metode kontrasepsi dapat dibagi menjadi:
1. Metode sederhana
a) Tanpa alat atau tanpa obat.
• Senggama terputus.
• Pantang berkala.
b) Dengan alat atau dengan obat
• Kondom
• Diafragma atau cap
• Cream, yelly dan cairan berbusa.
• Tablet berbusa ( Vagina tablet )
2. Metode efektif
• Pil KB
• AKDR ( alat kontrasepsi dalam rahim )
• Suntikan KB
• Susuk KB / Imflan ( AKBR)
3. Metode Kontap dengan cara operasi ( kontrasepsi Mantap)
• Tubektomi ( pada wanita)
• Vasektomi ( pada Pria )
Cara kerja kontrasepsi tersebut mempunyai tingkat efektifitas yang berbeda-beda dalam memberikan pencegahan terhadap kemungkinan terjadinya kehamilan. Namun perlu diingat ada 3 aksioma ( azas ) kontrasepsi yaitu :
1. Cara apapun yang dipakai adalah lebih baik dari pada tidak memakai sama sekali.
2. Cara yang terbaik hasilnya (efektif ) adalah cara yang digunakan oleh pasangan dengan teguh secara terus menerus.
3. Penerimaan terhadap suatu cara adalah unsur yang penting untuk menghasilkan suatu cara kontrasepsi.
Untuk selengkapnya silahkan download
DAFTAR PUSTAKA;
1. Pedoman KB IBI, Pengurus pusat Ikatan Bidan indonesia, Jakarta 1992.
2. Buku Pedoman Petugas Fasilitas Pelayanan KB, Departeman Kesehatan RI,
Direktorat Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat Direktorat Bina Kesehatan
Keluarga , Jakarta 1993.
I. GAMBARAN UMUM.
A. Pengertian Kontrasepsi.
Kontrasepsi berasal dari kata ; kontra berarti mencegah atau melawan, sedangkan konsepsi adalah; pertemuan antara sel telur ( sel wanita ) yang matang dan sel sperma ( sel pria ) yang mengakibatkan kehamilan.
Kontrasepsi adalah; menghindari atau mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat pertemuan antara sel telur yang matang dengan sel sperma.
B. Cara kerja kontrasepsi
1. Mengusahakan agar tidak terjadi ovulasi.
2. Melumpuhkan sel sperma
3. Menghalangi pertemuan sel telur dengan sperma
C. Pembagian Cara kerja kontrasepsi.
Pada umumnya cara atau metode kontrasepsi dapat dibagi menjadi:
1. Metode sederhana
a) Tanpa alat atau tanpa obat.
• Senggama terputus.
• Pantang berkala.
b) Dengan alat atau dengan obat
• Kondom
• Diafragma atau cap
• Cream, yelly dan cairan berbusa.
• Tablet berbusa ( Vagina tablet )
2. Metode efektif
• Pil KB
• AKDR ( alat kontrasepsi dalam rahim )
• Suntikan KB
• Susuk KB / Imflan ( AKBR)
3. Metode Kontap dengan cara operasi ( kontrasepsi Mantap)
• Tubektomi ( pada wanita)
• Vasektomi ( pada Pria )
Cara kerja kontrasepsi tersebut mempunyai tingkat efektifitas yang berbeda-beda dalam memberikan pencegahan terhadap kemungkinan terjadinya kehamilan. Namun perlu diingat ada 3 aksioma ( azas ) kontrasepsi yaitu :
1. Cara apapun yang dipakai adalah lebih baik dari pada tidak memakai sama sekali.
2. Cara yang terbaik hasilnya (efektif ) adalah cara yang digunakan oleh pasangan dengan teguh secara terus menerus.
3. Penerimaan terhadap suatu cara adalah unsur yang penting untuk menghasilkan suatu cara kontrasepsi.
Untuk selengkapnya silahkan download
DAFTAR PUSTAKA;
1. Pedoman KB IBI, Pengurus pusat Ikatan Bidan indonesia, Jakarta 1992.
2. Buku Pedoman Petugas Fasilitas Pelayanan KB, Departeman Kesehatan RI,
Direktorat Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat Direktorat Bina Kesehatan
Keluarga , Jakarta 1993.
ASKEP HDR
09:31
I. Pengertian
Harga diri rendah adalah penilaian individu tentang pencapaian diri denan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri ( keliat, BA ), gangguan harga diri dapat di gambarkan dengan perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri dan merasa gagal mencapai keinginan.
II. Data
A. Data subjektif
Klien mengatakan saya tidak bisa, tidak mampu, bodoh, tidak tahu apa-apa, kalimat yan menyalahkan, mengejek dan mengkritik diri sendiri, klien mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri.
B. Data objektif
Klien tampak lebih suka sendiri, tampak bingung bila di suruh memilih alternatif, tindakan ingin mencederai diri atau ingin mengakhiri kehidupan.
III. Diagnosa keperawatan
A. Perubahan penampilan
B. Keputus asaan b.d hdr
C. Isolasi sosial b.d hdr
D. Perilaku kekerasan b.d hdr
E. Perubahan proses pikir ( waham ) b.d hdr
IV. Rencana tindakan
Tujuan umum : mengacu pada masalah ( core problem ).
Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
Tindakan :
A. Bina hubungan saling percaya : salam terpiutik, perkenalan diri, jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat kontak yang jelas ( orang, tempat dan waktu ).
B. Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya.
C. Sediakan waktu untuk mendengarkan klien
D. Katakan pada klien bahwa ia adalah orang yang berharga dan bertanggung jawab serta mampu menolong dirinya.
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan aspek positif yang dimiliki klien
Tindakan :
A. Diskusikan kemampuan aspek positif yang dimiliki klien
B. Hindarkan pemberian penilaian negatif setiap bertemu klien, utamakan pemberian pujian yang realistis.
3. Klien dapat menilai kemapuan yang dapat di gunakan
Tindakan :
A. Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat di gunakan
B. Diskusikan puula kemampuan yan dapat di lanjutkan setelah klien pulang.
4. Klien dapat menetapkan ( merencanakan ) kegiatan sesuai kemampuan yang di miliki
Tindakan :
A. Rencanakan bersama klien aktivitas yang apat di gunakan setiap hari sesuai kemampuan.
B. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien.
C. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan.
5. Klien dapat melaksanakan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan klien.
Tindakan :
A. Beri kesempatan klein untuk mencoba kegiatan yang di rencanakan
B. Beri pujian atas keberhasilan klien
C. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah.
6. Klien mendapat dukungan keluaraga.
Tindakan :
A. Beri pendidikan kesehatan tentang cara merawatklien melalui pertemuan keluraga.
B. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga klien.
1. Isolasi sosial : menarik diri ( MD )
2. Gangguan konsep diri : HDR ( CP )
3. Tidak efektifnya koping individu ( Etiologi ).
Harga diri rendah adalah penilaian individu tentang pencapaian diri denan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri ( keliat, BA ), gangguan harga diri dapat di gambarkan dengan perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri dan merasa gagal mencapai keinginan.
II. Data
A. Data subjektif
Klien mengatakan saya tidak bisa, tidak mampu, bodoh, tidak tahu apa-apa, kalimat yan menyalahkan, mengejek dan mengkritik diri sendiri, klien mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri.
B. Data objektif
Klien tampak lebih suka sendiri, tampak bingung bila di suruh memilih alternatif, tindakan ingin mencederai diri atau ingin mengakhiri kehidupan.
III. Diagnosa keperawatan
A. Perubahan penampilan
B. Keputus asaan b.d hdr
C. Isolasi sosial b.d hdr
D. Perilaku kekerasan b.d hdr
E. Perubahan proses pikir ( waham ) b.d hdr
IV. Rencana tindakan
Tujuan umum : mengacu pada masalah ( core problem ).
Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
Tindakan :
A. Bina hubungan saling percaya : salam terpiutik, perkenalan diri, jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat kontak yang jelas ( orang, tempat dan waktu ).
B. Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya.
C. Sediakan waktu untuk mendengarkan klien
D. Katakan pada klien bahwa ia adalah orang yang berharga dan bertanggung jawab serta mampu menolong dirinya.
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan aspek positif yang dimiliki klien
Tindakan :
A. Diskusikan kemampuan aspek positif yang dimiliki klien
B. Hindarkan pemberian penilaian negatif setiap bertemu klien, utamakan pemberian pujian yang realistis.
3. Klien dapat menilai kemapuan yang dapat di gunakan
Tindakan :
A. Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat di gunakan
B. Diskusikan puula kemampuan yan dapat di lanjutkan setelah klien pulang.
4. Klien dapat menetapkan ( merencanakan ) kegiatan sesuai kemampuan yang di miliki
Tindakan :
A. Rencanakan bersama klien aktivitas yang apat di gunakan setiap hari sesuai kemampuan.
B. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien.
C. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan.
5. Klien dapat melaksanakan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan klien.
Tindakan :
A. Beri kesempatan klein untuk mencoba kegiatan yang di rencanakan
B. Beri pujian atas keberhasilan klien
C. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah.
6. Klien mendapat dukungan keluaraga.
Tindakan :
A. Beri pendidikan kesehatan tentang cara merawatklien melalui pertemuan keluraga.
B. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga klien.
1. Isolasi sosial : menarik diri ( MD )
2. Gangguan konsep diri : HDR ( CP )
3. Tidak efektifnya koping individu ( Etiologi ).
ASKEP GANGGUAN OBSESIF-KOMPULSIF
09:27
A. Konsep Dasar Gangguan Obsesif-Kompulsif
1. Pengertian
a. Obsesif
- Obsesif adalah pikiran, perasaan, ide, atau sensasi yang manggangu (intrusif).
(Sinopsis Psikiatri : Kaplan dan Sadock, Edisi Ketujuh Jilid Dua : 40)
- Obsesif adalah isi pikiran yang kukuh (“Persistent”) timbul, biarpun tidak diketahuinya, dan diketahuinya bahwa hal itu tidak wajar atau tidak mungkin.
(Catatan ilmu kedokteran Jiwa : W.F Maramis : 116)
b. Kompulsi
Kompulsi adalah pikiran atau prilaku yang disadari, dilakukan, dan rekuren, seperti menghitung, memeriksa, mencari, atau menghindari.
(Sinopsis Psikiatri : Kaplan dan Sadock, Edisi Ketujuh Jilid Dua : 40-41)
Obsesif meningkatkan kecemasan seseorang, sedangkan melakukan kolpulsi menurunkan kecemasan seseorang. Tetapi jika seseorang memaksa untuk melakukan suatu kompulsi, kecemasan adalah meningkat. Seseorang dengan gangguan Obsesif-Kompulsi biasanya menyadari irasionalitas dari obsesi dan merasakan bahwa obsesi dan kompulsi sebagai ego-distorik.
Gangguan Obsesif-Kompulsi dapat merupakan gangguan yang menyebabkan ketidakberdayaan, karena obsesif dapat menghabiskan waktu dan dapat menggangu secara bermakna pada rutinitas normal seseorang, fungsi pekerjaan, aktivitas social yang biasanya, atau hubungan dengan teman dan anggota keluarga.
2. Faktor Predisposisi dan Prepitasi
Faktor predisposisi yang mungkin mengakibatkan timbulnya gangguan proses pikir obsesif dan kompulsif adalah :
a. Faktor Biologis
- Neurotransmiter
Suatu disregulasi serotinin adalah terlibat dalam pembentukan gejala obsesif dan kompulsif dari gangguan . Data menunjukkan bahwa obat serotonergik adalah lebih efektif dibandingkan obat yang mempengaruhi neurotransmitter lain.
- Penelitia Pencitraan Otak
Dengan mennggunakan PET (Positron emession Tomography) ditemukan peningkatan aktivitas (sebagai contohnya ; metabolisme dan aliran darah) dilobus frontalis, ganglia basalis (khususnya kaudata), dan singulum pada pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif .
Dengan menggunakan tomografi komputer (CT) dan Pencitraan Resonansi Magnetik (MRI) telah menemukan adanya penurunan ukuran kaudata secara bilateral pada pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif .
- Genitika
Pada penelitian kesesuain pada anak kembar untuk gangguan obsesif-kompulsif telah secara konsisten menemukan adanya angka kesesuian yang lebih tinggi secara bermakna pada kembar monozigotik dibandingkan kembar dizigotik.
b. Faktor Prilaku
Menurut ahli teori belajar, obsesif adalah stimuli yang dibiasakan. Stimuli yang relatif netral menjadi disertai dengan ketakutan atau kecemasan, melalui proses pembiasaan responden dengan memasangkannya dengan peristiwa yang secara alami adalah berbahaya atau menghasilkan kecemasan. Jadi objek dan pikiran yang sebelumnya netral menjadi stimuli yang tebiasakan yang mamapu menimbulkan kecemasan atau gangguan. Kompulsi dicapai dalam cara yang berbeda, seseorang menemukan bahwa tindakan tertentu menurunkan kecemasan yang berkaitan dengan pikiran obsesional.
c. Faktor Psikososial
Faktor Keperibadian
Gangguan obsesif-kompulsif adalah berbeda dari gangguan keperibadian obsesif-kompulsif . Sebagian besar pasien gangguan obsesif-kompulsif tidak memiliki gejala kompulsif pramorbid ; dengan demikian, sejak keperibadian tersebut tidak diperlukan atau tidak cukup untuk perkembangan gangguan obsesif-kompulsif.
Faktor Psikodinamika
Sigmud Freud menjelaskan tiga mekanisme pertahanan psikologis utama yang menentukan bentuk dan kualitas gejala dan sifat karakter obsesif-kompulsif :
1. Isolasi
Adalah mekanisme pertahanan yang melindungi seseorang dari aspek dan impuls yang mencetuskan kecemasan.
2. Meruntuhkan (UNDOING)
Adalah suatu tindakan kompulsif yang dilakukan dalam usaha untuk mencegah atau menentuksn akibat yang secara irasional akan dialami pasien akibat pikiran atau impuls obsesional yang menakutkan.
3. Pembentukan Reaksi (Raction Formation)
Pembentukan Reaksi melibatkan pola perilaku yang bermanifestasi dan sikap yang asecara sadar dialami yang jelas berlawanan dengan impuls dasar. Seringkali pola yang terlihat oleh pengamat adalah sangat dilebih-lebihkan dan tidak sesuai.
Pikiran Magis
Adalah regresi yang mengungkapkan cara pikiran awal, ketimbang impuls ; yaitu fungsi ego dan juga fumgsi id, dipengaruhi oleh regresi yang melekat pada pikiran magis adalah pikiran kemahakuasaan.
Faktor prepitasi kebanyakan mengarah kepada kejadian ataupun peristiwa yang menebabkan stress karena tidakefektifnya koping individu terhadap stress tersebut.
3. Tanda dan Gejala
Obsesif dan Kompulsif memiliki ciri tertentu, secara umum diantaranya :
1. Suatu gangguan atau impuls yang memaksa dirinya secara bertubi-tubi dan terus menerus kedalam kesadaran sesorang.
2. Suatu perasaan ketakutan yang mencemaskan, yang menyebabkan orang melakukan tindakan kebalikan melawan gagasan ataun impuls awal.
3. Obsesif dan kompulsif adalah asing bagi ego (ego-alien) ; yaitu ia dialami sebagai asing bagi pengalaman sseseorang tentang dirinya sebagai makhluk psikologis.
4. Tidak peduli bagaimana jelas dan memaksanya obsesif atau kompulsi tersebut, orang biasanya menyadarinya sebagai mustahil dan tiak masuk akal.
5. Orang yang menderita akibat obsesif dan kompulsi biasanya merasakan suatu dorongan yang kuat untuk menahannya, tetapi kira-kira separuh dari smua pasien memiliki pertahanan yang kecil terhadap kompulsi. Kira-kira 80 % dari semua pasien percaya bahwa kompulsi adalah irasional.
Gambaran obsesif dan kompulsi adalah heterogen pada orang dewasa, demikian juga pada anak-anak remaja.
4. Pemerikasaan Status Mental
Pada pemerikasaan status mental, pasien gangguan obsesif-kompulsif menunjukkan gejalagg defresif. Gejala tersebut ditemukan pada kira-kira 50 % dari semua pasien. Beberapa pasien gangguan obsesif-kompulsif memiliki karakter/sifat yang mengarahkan pada gangguan keperibadian obsesif-kompulsif , tetapi sebagian besar tidak.
5. Penatalaksanaan
Pernilaian yang terkendali baik telah menemukan bahwa farmakoterafi atau terapi perilaku atau kombinasiadl efektif secara bermakna dalam menurunkan gejala pasien gangguan obsesif-kompulsif .
a. Farmakoterafi
Pendekatan standar adalah memulai dengan obat spesifik-serotonim (sebagai contoh, clomipramine (Anafranil) atau inhibitorambilan kembali spesifik serotonin (SSRI : serotonin-spesifik Reuptake Inhibitor), seperti flouxitine (Prozac) dan selanjutnya pindah kestrategi farmakologis lain jika obat spesifik serotinin adalah tidak efektif.
b. Terapi Prilaku
Beberapa data menyatakan bhwa efek terapi perilaku lebih bermamfaat dan berlangsung lama jika dibandingkan dengan farmakoterapi. Pendekatan perilaku utama pada gangguan obsesif-kompulsif adalah penerapan dan pencegahan respon. Desensititasi menghentikan pikiran, pembanjiran , tetapi implosi, dan pembiasaan tegas juga terlah digumnakan pada pasien gangguan obsesif-kompulsif Dalam terapi perilaku pasien harus benar-benar menjalankannya untuk mendapatkan perbaikan.
c. Terapi Lain
Terapi keluarga, terapi kelompok, psikoterapi untuk yang sangat kebal terhadap pengobatan terapi elektrokonvulsy (ECT) dan bedah psiko.
6. Perjalan Penyakit dan Prognosisnya
Lebih dari setengah pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif memiliki onset gejal yang tiba-tiba. Kira-kira 50% -70% pasien memiliki onset gejala setelah suatu peristiwa yang menyebakan sters. Karena banyak pasien tetap merahasiakan gejalanya, maka sering kali telambat 5 sampai 10 tahun sebelum pasien datang untuk perhatian psiaktrik, walaupun ketrlambatan tersebut kemungkinan dipersingkat dengan meningkatkan kesadaran atau gangguan tersebut duiantara orang awam dan professional. Perjalan penyakit biasanya lama tetapi bervariasi ; beberapa pasien mengalami perjalan penyakit yang berfluktuasi, dan pasien lain mengalami perjalan penyakit yang konstan.
Kira-kira 20% - 30% pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif memiliki gangguan defresi berat dan bunuh diri adalah resiko bagi semua pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif. Suatu prognosis yang buruk dinyatakan oleh mengolah (bukannya menahan) pada kompulsi, onset pada masa anak-anak, kompulsi yang aneh (bizarre) perlu perawata di rumah sakit, gangguan desfresi berat yang menyertai, kepercayaan waham, adanya gagasan yang terlalu dipegang (overvalued) yaitu penerimaan obsesi dan kompulsi dan adanya gangguan keperibadian (terutama gangguan keperibadian skizotipal). Prognosis yang baik ditandai oleh penyesuian sosial dan pekerjaan yang baik, adanya peristiwa pencetus, dan suatu sifat gejala yang episodik. Isi obsesional tampaknya tidak berhubungan dengan prognosis.
B. Konsep Asuhan Keperawatan Jiwa
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan. Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau masalah klien, isi pengkajian meliputi :
a. Identitas klien
Meliputi nama, nomor rekam medik, dan tanggal pengkajian.
b. Keluhan utama/alasan masuk
Menanyakan pada klien dan keluarga tentang penyebab klien datang ke rumah sakit. Bagaimana koping keluarga yang sudah dilaksanakan untuk mengatasi masalah ini.
c. Faktir predisposisi
Dapat dilaksanakan pengkajian pada keluarga, meliputi :
1. Riwaayat gangguan jiwa dimasa lalu.
2. Pengobatan yang pernah dilakukan.
3. Riwayat adanya peningkatan fisik, seksual, kekerasan dalam keluarga atau tindak kriminal, baik itu dilakukan, dialami atau disaksikan oleh klien.
4. Anggota keluarga yang memiliki perawatan gangguan jiwa.
d. Aspek Psikososial
Meliputi :
1. Pembuatan genogram minimal tiga generasi yang mengambarkan hubungan klien dengan keluarga.
2. Konsep diri ; ciri tubuh, identitas peran, ideal diri, dan harga diri.
3. Hubungan sosial ; data mengenai orang terdekat dengan klien, kegitan masyrakat yang pernah di ikuti klien.
4. Spritual ; pandangan, nilai dan keyakinan klien tentang gangguan jiwa sesuai dengan agamanya, kegitan ibadah yang biasa dilakukan di rumah.
e. Status Mental
1. Penampilan ; penggunaan dan ketepatan cara berpakaian.
2. Pembicaraan ; cepat, keras, gugup, membisu, apatis, lambat, inkoheren atau tidak dapat memulai pembicaraan.
3. Aktivitas motorik ; kegelisahan, kelesuan, ketegaangan, agitasi, tremor, atau konpulsif.
4. Alam perasaan ; sedih, gembira, putus asa, ketakutan atau khawatir.
5. Afek ; datar, tumpul, labil dan tidak sesuai.
6. Iteraksi selama wawancara ; bermusuhan, tidak koperatif, kontak mata, defensif, curiga, mudah tersinggung.
7. Persepsi ; menentukan adanya halusinasi dan jenisnya
8. Proses pikir ; kurang sirkumtansial, kongensial, kehilangan, asosiasi, flight of ideas, bloking, persekremasi.
9. Isi pikir ; obsesi, phobia, hipokondria, depersonalisasi, ide yang terkait, pikiran magis, waham.
10. Tingkat kesadaran ; binging, sedasi, stupor, orientasi waktu, tempat dan orang jelas.
f. Kebutuhan kesiapan pulang
Observasi kemampuan klien untuk kebutuhan personal hygiene, makan, berpakaian, istirahat, tidur, penggunaan obat, pemeliharaan kesehatan, aktivitas didalam dam diluar rumah.
g. Mekanisme koping
Kaji koping adaftif dan maladaftif yang biasa klien gunakan.
h. Masalah psikososial dan lingkungan
Data didapatkan melalui wawancara klien maupun keluarga tentang penyakit jiwa. Faktor predisposisi, koping, system pendukung, penyakit fisik, obat-obatan.
i. Aspek medik
Menulis diagnosa medis menurut analisis dokter serta obat-obatan klien saat ini, baik obat fisik, psikofarmaka dan terapi lain.
2. Analisis Data / Pengelompokan Data
Data yang didapat kemudian dikelompokan menjadi :
a. Data Subjektif (DS)
Klien mengungkapkan secara berulang kali tentang adanya isi pikiran yang kokoh ataupun pikiran, perasaan, ide atau sensasi yang mengganggu (obsesif).
b. Data Objektif (DO)
Terlihat adanya kegelisahan untuk menyalurkan obsesifnya (kompulsi). Adanya gangguan terhadap aktivitas/rutinitas normal. Tempat aktivitas motori ygn dilakukan berulang-ulang. Afek terlihat tumpul bahkan tidak sesuai.
3. Diagnosa Keperawatan
Maslah keperawatan yang sering muncul pada klien dengan masalah utama ; perubahan proses pikir ; obsesif :
a. Gangguan aktivitas
b. Perubahan Proses pikir ; obsesif-kompulsif
c. Gangguan mkonsep diri ; harga diri rendah.
d. Tidakefektifnya koping individu.
Klik gambar untuk memperbesar
1. Pengertian
a. Obsesif
- Obsesif adalah pikiran, perasaan, ide, atau sensasi yang manggangu (intrusif).
(Sinopsis Psikiatri : Kaplan dan Sadock, Edisi Ketujuh Jilid Dua : 40)
- Obsesif adalah isi pikiran yang kukuh (“Persistent”) timbul, biarpun tidak diketahuinya, dan diketahuinya bahwa hal itu tidak wajar atau tidak mungkin.
(Catatan ilmu kedokteran Jiwa : W.F Maramis : 116)
b. Kompulsi
Kompulsi adalah pikiran atau prilaku yang disadari, dilakukan, dan rekuren, seperti menghitung, memeriksa, mencari, atau menghindari.
(Sinopsis Psikiatri : Kaplan dan Sadock, Edisi Ketujuh Jilid Dua : 40-41)
Obsesif meningkatkan kecemasan seseorang, sedangkan melakukan kolpulsi menurunkan kecemasan seseorang. Tetapi jika seseorang memaksa untuk melakukan suatu kompulsi, kecemasan adalah meningkat. Seseorang dengan gangguan Obsesif-Kompulsi biasanya menyadari irasionalitas dari obsesi dan merasakan bahwa obsesi dan kompulsi sebagai ego-distorik.
Gangguan Obsesif-Kompulsi dapat merupakan gangguan yang menyebabkan ketidakberdayaan, karena obsesif dapat menghabiskan waktu dan dapat menggangu secara bermakna pada rutinitas normal seseorang, fungsi pekerjaan, aktivitas social yang biasanya, atau hubungan dengan teman dan anggota keluarga.
2. Faktor Predisposisi dan Prepitasi
Faktor predisposisi yang mungkin mengakibatkan timbulnya gangguan proses pikir obsesif dan kompulsif adalah :
a. Faktor Biologis
- Neurotransmiter
Suatu disregulasi serotinin adalah terlibat dalam pembentukan gejala obsesif dan kompulsif dari gangguan . Data menunjukkan bahwa obat serotonergik adalah lebih efektif dibandingkan obat yang mempengaruhi neurotransmitter lain.
- Penelitia Pencitraan Otak
Dengan mennggunakan PET (Positron emession Tomography) ditemukan peningkatan aktivitas (sebagai contohnya ; metabolisme dan aliran darah) dilobus frontalis, ganglia basalis (khususnya kaudata), dan singulum pada pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif .
Dengan menggunakan tomografi komputer (CT) dan Pencitraan Resonansi Magnetik (MRI) telah menemukan adanya penurunan ukuran kaudata secara bilateral pada pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif .
- Genitika
Pada penelitian kesesuain pada anak kembar untuk gangguan obsesif-kompulsif telah secara konsisten menemukan adanya angka kesesuian yang lebih tinggi secara bermakna pada kembar monozigotik dibandingkan kembar dizigotik.
b. Faktor Prilaku
Menurut ahli teori belajar, obsesif adalah stimuli yang dibiasakan. Stimuli yang relatif netral menjadi disertai dengan ketakutan atau kecemasan, melalui proses pembiasaan responden dengan memasangkannya dengan peristiwa yang secara alami adalah berbahaya atau menghasilkan kecemasan. Jadi objek dan pikiran yang sebelumnya netral menjadi stimuli yang tebiasakan yang mamapu menimbulkan kecemasan atau gangguan. Kompulsi dicapai dalam cara yang berbeda, seseorang menemukan bahwa tindakan tertentu menurunkan kecemasan yang berkaitan dengan pikiran obsesional.
c. Faktor Psikososial
Faktor Keperibadian
Gangguan obsesif-kompulsif adalah berbeda dari gangguan keperibadian obsesif-kompulsif . Sebagian besar pasien gangguan obsesif-kompulsif tidak memiliki gejala kompulsif pramorbid ; dengan demikian, sejak keperibadian tersebut tidak diperlukan atau tidak cukup untuk perkembangan gangguan obsesif-kompulsif.
Faktor Psikodinamika
Sigmud Freud menjelaskan tiga mekanisme pertahanan psikologis utama yang menentukan bentuk dan kualitas gejala dan sifat karakter obsesif-kompulsif :
1. Isolasi
Adalah mekanisme pertahanan yang melindungi seseorang dari aspek dan impuls yang mencetuskan kecemasan.
2. Meruntuhkan (UNDOING)
Adalah suatu tindakan kompulsif yang dilakukan dalam usaha untuk mencegah atau menentuksn akibat yang secara irasional akan dialami pasien akibat pikiran atau impuls obsesional yang menakutkan.
3. Pembentukan Reaksi (Raction Formation)
Pembentukan Reaksi melibatkan pola perilaku yang bermanifestasi dan sikap yang asecara sadar dialami yang jelas berlawanan dengan impuls dasar. Seringkali pola yang terlihat oleh pengamat adalah sangat dilebih-lebihkan dan tidak sesuai.
Pikiran Magis
Adalah regresi yang mengungkapkan cara pikiran awal, ketimbang impuls ; yaitu fungsi ego dan juga fumgsi id, dipengaruhi oleh regresi yang melekat pada pikiran magis adalah pikiran kemahakuasaan.
Faktor prepitasi kebanyakan mengarah kepada kejadian ataupun peristiwa yang menebabkan stress karena tidakefektifnya koping individu terhadap stress tersebut.
3. Tanda dan Gejala
Obsesif dan Kompulsif memiliki ciri tertentu, secara umum diantaranya :
1. Suatu gangguan atau impuls yang memaksa dirinya secara bertubi-tubi dan terus menerus kedalam kesadaran sesorang.
2. Suatu perasaan ketakutan yang mencemaskan, yang menyebabkan orang melakukan tindakan kebalikan melawan gagasan ataun impuls awal.
3. Obsesif dan kompulsif adalah asing bagi ego (ego-alien) ; yaitu ia dialami sebagai asing bagi pengalaman sseseorang tentang dirinya sebagai makhluk psikologis.
4. Tidak peduli bagaimana jelas dan memaksanya obsesif atau kompulsi tersebut, orang biasanya menyadarinya sebagai mustahil dan tiak masuk akal.
5. Orang yang menderita akibat obsesif dan kompulsi biasanya merasakan suatu dorongan yang kuat untuk menahannya, tetapi kira-kira separuh dari smua pasien memiliki pertahanan yang kecil terhadap kompulsi. Kira-kira 80 % dari semua pasien percaya bahwa kompulsi adalah irasional.
Gambaran obsesif dan kompulsi adalah heterogen pada orang dewasa, demikian juga pada anak-anak remaja.
4. Pemerikasaan Status Mental
Pada pemerikasaan status mental, pasien gangguan obsesif-kompulsif menunjukkan gejalagg defresif. Gejala tersebut ditemukan pada kira-kira 50 % dari semua pasien. Beberapa pasien gangguan obsesif-kompulsif memiliki karakter/sifat yang mengarahkan pada gangguan keperibadian obsesif-kompulsif , tetapi sebagian besar tidak.
5. Penatalaksanaan
Pernilaian yang terkendali baik telah menemukan bahwa farmakoterafi atau terapi perilaku atau kombinasiadl efektif secara bermakna dalam menurunkan gejala pasien gangguan obsesif-kompulsif .
a. Farmakoterafi
Pendekatan standar adalah memulai dengan obat spesifik-serotonim (sebagai contoh, clomipramine (Anafranil) atau inhibitorambilan kembali spesifik serotonin (SSRI : serotonin-spesifik Reuptake Inhibitor), seperti flouxitine (Prozac) dan selanjutnya pindah kestrategi farmakologis lain jika obat spesifik serotinin adalah tidak efektif.
b. Terapi Prilaku
Beberapa data menyatakan bhwa efek terapi perilaku lebih bermamfaat dan berlangsung lama jika dibandingkan dengan farmakoterapi. Pendekatan perilaku utama pada gangguan obsesif-kompulsif adalah penerapan dan pencegahan respon. Desensititasi menghentikan pikiran, pembanjiran , tetapi implosi, dan pembiasaan tegas juga terlah digumnakan pada pasien gangguan obsesif-kompulsif Dalam terapi perilaku pasien harus benar-benar menjalankannya untuk mendapatkan perbaikan.
c. Terapi Lain
Terapi keluarga, terapi kelompok, psikoterapi untuk yang sangat kebal terhadap pengobatan terapi elektrokonvulsy (ECT) dan bedah psiko.
6. Perjalan Penyakit dan Prognosisnya
Lebih dari setengah pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif memiliki onset gejal yang tiba-tiba. Kira-kira 50% -70% pasien memiliki onset gejala setelah suatu peristiwa yang menyebakan sters. Karena banyak pasien tetap merahasiakan gejalanya, maka sering kali telambat 5 sampai 10 tahun sebelum pasien datang untuk perhatian psiaktrik, walaupun ketrlambatan tersebut kemungkinan dipersingkat dengan meningkatkan kesadaran atau gangguan tersebut duiantara orang awam dan professional. Perjalan penyakit biasanya lama tetapi bervariasi ; beberapa pasien mengalami perjalan penyakit yang berfluktuasi, dan pasien lain mengalami perjalan penyakit yang konstan.
Kira-kira 20% - 30% pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif memiliki gangguan defresi berat dan bunuh diri adalah resiko bagi semua pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif. Suatu prognosis yang buruk dinyatakan oleh mengolah (bukannya menahan) pada kompulsi, onset pada masa anak-anak, kompulsi yang aneh (bizarre) perlu perawata di rumah sakit, gangguan desfresi berat yang menyertai, kepercayaan waham, adanya gagasan yang terlalu dipegang (overvalued) yaitu penerimaan obsesi dan kompulsi dan adanya gangguan keperibadian (terutama gangguan keperibadian skizotipal). Prognosis yang baik ditandai oleh penyesuian sosial dan pekerjaan yang baik, adanya peristiwa pencetus, dan suatu sifat gejala yang episodik. Isi obsesional tampaknya tidak berhubungan dengan prognosis.
B. Konsep Asuhan Keperawatan Jiwa
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan. Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau masalah klien, isi pengkajian meliputi :
a. Identitas klien
Meliputi nama, nomor rekam medik, dan tanggal pengkajian.
b. Keluhan utama/alasan masuk
Menanyakan pada klien dan keluarga tentang penyebab klien datang ke rumah sakit. Bagaimana koping keluarga yang sudah dilaksanakan untuk mengatasi masalah ini.
c. Faktir predisposisi
Dapat dilaksanakan pengkajian pada keluarga, meliputi :
1. Riwaayat gangguan jiwa dimasa lalu.
2. Pengobatan yang pernah dilakukan.
3. Riwayat adanya peningkatan fisik, seksual, kekerasan dalam keluarga atau tindak kriminal, baik itu dilakukan, dialami atau disaksikan oleh klien.
4. Anggota keluarga yang memiliki perawatan gangguan jiwa.
d. Aspek Psikososial
Meliputi :
1. Pembuatan genogram minimal tiga generasi yang mengambarkan hubungan klien dengan keluarga.
2. Konsep diri ; ciri tubuh, identitas peran, ideal diri, dan harga diri.
3. Hubungan sosial ; data mengenai orang terdekat dengan klien, kegitan masyrakat yang pernah di ikuti klien.
4. Spritual ; pandangan, nilai dan keyakinan klien tentang gangguan jiwa sesuai dengan agamanya, kegitan ibadah yang biasa dilakukan di rumah.
e. Status Mental
1. Penampilan ; penggunaan dan ketepatan cara berpakaian.
2. Pembicaraan ; cepat, keras, gugup, membisu, apatis, lambat, inkoheren atau tidak dapat memulai pembicaraan.
3. Aktivitas motorik ; kegelisahan, kelesuan, ketegaangan, agitasi, tremor, atau konpulsif.
4. Alam perasaan ; sedih, gembira, putus asa, ketakutan atau khawatir.
5. Afek ; datar, tumpul, labil dan tidak sesuai.
6. Iteraksi selama wawancara ; bermusuhan, tidak koperatif, kontak mata, defensif, curiga, mudah tersinggung.
7. Persepsi ; menentukan adanya halusinasi dan jenisnya
8. Proses pikir ; kurang sirkumtansial, kongensial, kehilangan, asosiasi, flight of ideas, bloking, persekremasi.
9. Isi pikir ; obsesi, phobia, hipokondria, depersonalisasi, ide yang terkait, pikiran magis, waham.
10. Tingkat kesadaran ; binging, sedasi, stupor, orientasi waktu, tempat dan orang jelas.
f. Kebutuhan kesiapan pulang
Observasi kemampuan klien untuk kebutuhan personal hygiene, makan, berpakaian, istirahat, tidur, penggunaan obat, pemeliharaan kesehatan, aktivitas didalam dam diluar rumah.
g. Mekanisme koping
Kaji koping adaftif dan maladaftif yang biasa klien gunakan.
h. Masalah psikososial dan lingkungan
Data didapatkan melalui wawancara klien maupun keluarga tentang penyakit jiwa. Faktor predisposisi, koping, system pendukung, penyakit fisik, obat-obatan.
i. Aspek medik
Menulis diagnosa medis menurut analisis dokter serta obat-obatan klien saat ini, baik obat fisik, psikofarmaka dan terapi lain.
2. Analisis Data / Pengelompokan Data
Data yang didapat kemudian dikelompokan menjadi :
a. Data Subjektif (DS)
Klien mengungkapkan secara berulang kali tentang adanya isi pikiran yang kokoh ataupun pikiran, perasaan, ide atau sensasi yang mengganggu (obsesif).
b. Data Objektif (DO)
Terlihat adanya kegelisahan untuk menyalurkan obsesifnya (kompulsi). Adanya gangguan terhadap aktivitas/rutinitas normal. Tempat aktivitas motori ygn dilakukan berulang-ulang. Afek terlihat tumpul bahkan tidak sesuai.
3. Diagnosa Keperawatan
Maslah keperawatan yang sering muncul pada klien dengan masalah utama ; perubahan proses pikir ; obsesif :
a. Gangguan aktivitas
b. Perubahan Proses pikir ; obsesif-kompulsif
c. Gangguan mkonsep diri ; harga diri rendah.
d. Tidakefektifnya koping individu.
Klik gambar untuk memperbesar
ASKEP WAHAM
09:20
A. Konsep Dasar Waham
1. Pengertian
Waham merupakan keyakinan seseorang berdasarkan penelitian realistis yang salah, keyakinan klien tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan latar belakang budaya (Keliat, BA, 1998). Waham adalah kepercayaan yang salah terhadap objek dan tidak konsisten dengan latar belakang intelektual dan budaya (Rawlins, 1993).
Waham dibangun atas unsur-unsur yang tidak berdasarkan logika, individu tidak mau melepaskan wahamnya, walaupun telah tersedia cukup bukti-bukti yang objektif tentang kebenaran itu. Biasanya waham digunakan untuk mengisi keperluan atau keinginan-keinginan dari penderita itu sendiri. Waham merupakan suatu cara untuk memberikan gambaran dari berbagai problem sendiri atau tekanan-tekanan yang ada dalam kepribadian penderita biasanya:
a. Keinginan yang tertekan.
b. Kekecewaan dalam berbagai harapan.
c. Perasaan rendah diri.
d. Perasaan bersalah.
e. Keadaan yang memerlukan perlindungan terhadap ketakutan.
2. Faktor Predisposisi dan Prespitasi
Faktor predisposisi yang mungkin mengakibatkan timbulnya waham (Stuart adn Sundeen, 1995.dikutip oleh Keliat, B.A.1998) adalah:
a. Biologis
Gangguan perkembangan dan fungsi otak / SSp. yang menimbulkan.
1) Hambatan perkembangan otak khususnya kortek prontal, temporal dan limbik.
2) Pertumbuhan dan perkembangan individu pada prenatal, perinatal, neonatus dan kanak-kanak.
b. Psikososial
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon psikologis dari klien. Sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi seperti penolakan dan kekerasan.
c. Sosial Budaya
Kehidupan sosial budaya dapat pula mempengaruhi timbulnya waham seperti kemiskinan. Konflik sosial budaya (peperangan, kerusuhan, kerawanan) serta kehidupan yang terisolasi dan stress yang menumpuk.
Faktor prespitasi yang biasanya menimbulkan waham merupakan karakteristik umum latar belakang termasuk riwayat penganiayaan fisik / emosional, perlakuan kekerasan dari orang tua, tuntutan pendidikan yang perfeksionis, tekanan, isolasi, permusuhan, perasaan tidak berguna ataupun tidak berdaya.
3. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala yang dihasilkan atas penggolongan waham (Standar Asuhan Keperawatan Jiwa RSJP Bogor di kutip oleh RSJP Banjarmasin, 2001) yaitu:
a. Waham dengan perawatan minimal
1) Berbicara dan berperilaku sesuai dengan realita.
2) Bersosialisasi dengan orang lain.
3) Mau makan dan minum.
4) Ekspresi wajah tenang.
b. Waham dengan perawatan parsial
1) Iritable.
2) Cenderung menghindari orang lain.
3) Mendominasi pembicaraan.
4) Bicara kasar.
c. Waham dengan perawatan total
1) Melukai diri dan orang lain.
2) Menolak makan / minum obat karena takut diracuni.
3) Gerakan tidak terkontrol.
4) Ekspresi tegang.
5) Iritable.
6) Mandominasi pembicaraan.
7) Bicara kasar.
8) Menghindar dari orang lain.
9) Mengungkapkan keyakinannya yang salah berulang kali.
10) Perilaku bazar.
4. Jenis-Jenis Waham
a. Waham Kebesaran
Penderita merasa dirinya orang besar, berpangkat tinggi, orang yang pandai sekali, orang kaya.
b. Waham Berdosa
Timbul perasaan bersalah yang luar biasa dan merasakan suatu dosa yang besar. Penderita percaya sudah selayaknya ia di hukum berat.
c. Waham Dikejar
Individu merasa dirinya senantiasa di kejar-kejar oleh orang lain atau kelompok orang yang bermaksud berbuat jahat padanya.
d. Waham Curiga
Individu merasa selalu disindir oleh orang-orang sekitarnya. Individu curiga terhadap sekitarnya. Biasanya individu yang mempunyai waham ini mencari-cari hubungan antara dirinya dengan orang lain di sekitarnya, yang bermaksud menyindirnya atau menuduh hal-hal yang tidak senonoh terhadap dirinya. Dalam bentuk yang lebih ringan, kita kenal “Ideas of reference” yaitu ide atau perasaan bahwa peristiwa tertentu dan perbuatan-perbuatan tertentu dari orang lain (senyuman, gerak-gerik tangan, nyanyian dan sebagainya) mempunyai hubungan dengan dirinya.
e. Waham Cemburu
Selalu cemburu pada orang lain.
f. Waham Somatik atau Hipokondria
Keyakinan tentang berbagai penyakit yang berada dalam tubuhnya seperti ususnya yang membusuk, otak yang mencair.
g. Waham Keagamaan
Waham yang keyakinan dan pembicaraan selalu tentang agama.
h. Waham Nihilistik
Keyakinan bahwa dunia ini sudah hancur atau dirinya sendiri sudah meninggal.
i. Waham Pengaruh
Yaitu pikiran, emosi dan perbuatannya diawasi atau dipengaruhi oleh orang lain atau kekuatan.
5. Penatalaksanaan
Perawatan dan pengobatan harus secepat mungkin dilaksanakan karena, kemungkinan dapat menimbulkan kemunduran mental. Tetapi jangan memandang klien dengan waham pada gangguan skizofrenia ini sebagai pasien yang tidak dapat disembuhkan lagi atau orang yang aneh dan inferior bila sudah dapat kontak maka dilakukan bimbingan tentang hal-hal yang praktis. Biar pun klien tidak sembuh sempurna, dengan pengobatan dan bimbingan yang baik dapat ditolong untuk bekerja sederhana di rumah ataupun di luar rumah. Keluarga atau orang lain di lingkungan klien diberi penjelasan (manipulasi lingkungan) agar mereka lebih sabar menghadapinya.
Penatalaksanaan klien dengan waham meliputi farmako terapi, ECT dan terapi lainnya seperti: terapi psikomotor, terapi rekreasi, terapi somatik, terapi seni, terapi tingkah laku, terapi keluarga, terapi spritual dan terapi okupsi yang semuanya bertujuan untuk memperbaiki prilaku klien dengan waham pada gangguan skizoprenia. Penatalaksanaan yang terakhir adalah rehablitasi sebagai suatu proses refungsionalisasi dan pengembangan bagi klien agar mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam kehidupan masyarakat.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Waham
1. Pengkajian
Menurut tim Depkes RI (1994), pengkajian adalah langkah awal dan dasar proses keperawatan secara menyeluruh. Pada tahap ini pasien yang dibutuhkan dikumpulkan untuk menentukan masalah keperawatan.
Patricia A Potter et al (1993) dalam bukunya menyebutkan bahwa pengkajian terdiri dari 3 kegiatan yaitu: pengumpulan data, pengelompokan data atau analisa data dan perumusan diagnosa keperawatan. Data dapat dikumpulkan dari berbagai sumber data yaitu sumber data primer (klien) dan sumber data sekunder seperti keluarga, teman terdekat klien, tim kesehatan, catatan dalam berkas dokumen medis klien dan hasil pemeriksaan. Untuk mengumpulkan data dilakukan dengan berbagai cara, yaitu: dengan observasi, wawancara dan pemeriksaan fisik.
Setiap melakukan pengkajian, tulis tempat klien dirawat dan tanggal dirawat. Isi pengkajiannya meliputi:
a. Identifikasi klien
1) Perawat yang merawat klien melakukan perkenalan dan kontrak dengan klien tentang: Nama klien, panggilan klien, Nama perawat, tujuan, waktu pertemuan, topik pembicaraan.
b. Keluhan utama / alasan masuk
Tanyakan pada keluarga / klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga datang ke Rumah Sakit, yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah dan perkembangan yang dicapai.
c. Tanyakan pada klien / keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa pada masa lalu, pernah melakukan, mengalami, penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan kriminal.
Dapat dilakukan pengkajian pada keluarga faktor yang mungkin mengakibatkan terjadinya gangguan:
1) Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon psikologis dari klien.
2) Biologis
Gangguan perkembangan dan fungsi otak atau SSP, pertumbuhan dan perkembangan individu pada prenatal, neonatus dan anak-anak.
3) Sosial Budaya
Seperti kemiskinan, konflik sosial budaya (peperangan, kerusuhan, kerawanan), kehidupan yang terisolasi serta stress yang menumpuk.
d. Aspek fisik / biologis
Mengukur dan mengobservasi tanda-tanda vital: TD, nadi, suhu, pernafasan. Ukur tinggi badan dan berat badan, kalau perlu kaji fungsi organ kalau ada keluhan.
e. Aspek psikososial
1) Membuat genogram yang memuat paling sedikit tiga generasi yang dapat menggambarkan hubungan klien dan keluarga, masalah yang terkait dengan komunikasi, pengambilan keputusan dan pola asuh.
2) Konsep diri
a) Citra tubuh: mengenai persepsi klien terhadap tubuhnya, bagian yang disukai dan tidak disukai.
b) Identitas diri: status dan posisi klien sebelum dirawat, kepuasan klien terhadap status dan posisinya dan kepuasan klien sebagai laki-laki / perempuan.
c) Peran: tugas yang diemban dalam keluarga / kelompok dan masyarakat dan kemampuan klien dalam melaksanakan tugas tersebut.
d) Ideal diri: harapan terhadap tubuh, posisi, status, tugas, lingkungan dan penyakitnya.
e) Harga diri: hubungan klien dengan orang lain, penilaian dan penghargaan orang lain terhadap dirinya, biasanya terjadi pengungkapan kekecewaan terhadap dirinya sebagai wujud harga diri rendah.
3) Hubungan sosial dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan, kelompok yang diikuti dalam masyarakat.
4) Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah.
f. Status mental
Nilai penampilan klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik klien, alam perasaan klien (sedih, takut, khawatir), afek klien, interaksi selama wawancara, persepsi klien, proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat konsentasi dan berhitung, kemampuan penilaian dan daya tilik diri.
g. Kebutuhan persiapan pulang
1) Kemampuan makan klien, klien mampu menyiapkan dan membersihkan alat makan.
2) Klien mampu BAB dan BAK, menggunakan dan membersihkan WC serta membersihkan dan merapikan pakaian.
3) Mandi klien dengan cara berpakaian, observasi kebersihan tubuh klien.
4) Istirahat dan tidur klien, aktivitas di dalam dan di luar rumah.
5) Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksi yang dirasakan setelah minum obat.
h. Masalah psikososial dan lingkungan
Dari data keluarga atau klien mengenai masalah yang dimiliki klien.
i. Pengetahuan
Data didapatkan melalui wawancara dengan klien kemudian tiap bagian yang dimiliki klien disimpulkan dalam masalah.
j. Aspek medik
Terapi yang diterima oleh klien: ECT, terapi antara lain seperti terapi psikomotor, terapi tingkah laku, terapi keluarga, terapi spiritual, terapi okupasi, terapi lingkungan. Rehabilitasi sebagai suatu refungsionalisasi dan perkembangan klien supaya dapat melaksanakan sosialisasi secara wajar dalam kehidupan bermasyarakat.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian atau kesimpulan yang diambil dari pengkajian (Gabie, dikutip oleh Carpernito, 1983).
Diagnosa keperawatan adalah masalah kesehatan aktual atau potensial dan berdasarkan pendidikan dan pengalamannya perawat mampu mengatasinya (Gordon dikutip oleh Carpernito, 1983)
Masalah keperawatan yang sering muncul yang dapat disimpulkan dari hasil pengkajian adalah:
a. Gangguan proses pikir; waham.
b. Kerusakan komunikasi verbal.
c. Resiko menciderai orang lain.
d. Gangguan interaksi sosial: menarik diri.
e. Gangguan konsep diri; harga diri rendah.
f. Tidak efektifnya koping individu.
Klik gambar untuk memperbesar!
1. Pengertian
Waham merupakan keyakinan seseorang berdasarkan penelitian realistis yang salah, keyakinan klien tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan latar belakang budaya (Keliat, BA, 1998). Waham adalah kepercayaan yang salah terhadap objek dan tidak konsisten dengan latar belakang intelektual dan budaya (Rawlins, 1993).
Waham dibangun atas unsur-unsur yang tidak berdasarkan logika, individu tidak mau melepaskan wahamnya, walaupun telah tersedia cukup bukti-bukti yang objektif tentang kebenaran itu. Biasanya waham digunakan untuk mengisi keperluan atau keinginan-keinginan dari penderita itu sendiri. Waham merupakan suatu cara untuk memberikan gambaran dari berbagai problem sendiri atau tekanan-tekanan yang ada dalam kepribadian penderita biasanya:
a. Keinginan yang tertekan.
b. Kekecewaan dalam berbagai harapan.
c. Perasaan rendah diri.
d. Perasaan bersalah.
e. Keadaan yang memerlukan perlindungan terhadap ketakutan.
2. Faktor Predisposisi dan Prespitasi
Faktor predisposisi yang mungkin mengakibatkan timbulnya waham (Stuart adn Sundeen, 1995.dikutip oleh Keliat, B.A.1998) adalah:
a. Biologis
Gangguan perkembangan dan fungsi otak / SSp. yang menimbulkan.
1) Hambatan perkembangan otak khususnya kortek prontal, temporal dan limbik.
2) Pertumbuhan dan perkembangan individu pada prenatal, perinatal, neonatus dan kanak-kanak.
b. Psikososial
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon psikologis dari klien. Sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi seperti penolakan dan kekerasan.
c. Sosial Budaya
Kehidupan sosial budaya dapat pula mempengaruhi timbulnya waham seperti kemiskinan. Konflik sosial budaya (peperangan, kerusuhan, kerawanan) serta kehidupan yang terisolasi dan stress yang menumpuk.
Faktor prespitasi yang biasanya menimbulkan waham merupakan karakteristik umum latar belakang termasuk riwayat penganiayaan fisik / emosional, perlakuan kekerasan dari orang tua, tuntutan pendidikan yang perfeksionis, tekanan, isolasi, permusuhan, perasaan tidak berguna ataupun tidak berdaya.
3. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala yang dihasilkan atas penggolongan waham (Standar Asuhan Keperawatan Jiwa RSJP Bogor di kutip oleh RSJP Banjarmasin, 2001) yaitu:
a. Waham dengan perawatan minimal
1) Berbicara dan berperilaku sesuai dengan realita.
2) Bersosialisasi dengan orang lain.
3) Mau makan dan minum.
4) Ekspresi wajah tenang.
b. Waham dengan perawatan parsial
1) Iritable.
2) Cenderung menghindari orang lain.
3) Mendominasi pembicaraan.
4) Bicara kasar.
c. Waham dengan perawatan total
1) Melukai diri dan orang lain.
2) Menolak makan / minum obat karena takut diracuni.
3) Gerakan tidak terkontrol.
4) Ekspresi tegang.
5) Iritable.
6) Mandominasi pembicaraan.
7) Bicara kasar.
8) Menghindar dari orang lain.
9) Mengungkapkan keyakinannya yang salah berulang kali.
10) Perilaku bazar.
4. Jenis-Jenis Waham
a. Waham Kebesaran
Penderita merasa dirinya orang besar, berpangkat tinggi, orang yang pandai sekali, orang kaya.
b. Waham Berdosa
Timbul perasaan bersalah yang luar biasa dan merasakan suatu dosa yang besar. Penderita percaya sudah selayaknya ia di hukum berat.
c. Waham Dikejar
Individu merasa dirinya senantiasa di kejar-kejar oleh orang lain atau kelompok orang yang bermaksud berbuat jahat padanya.
d. Waham Curiga
Individu merasa selalu disindir oleh orang-orang sekitarnya. Individu curiga terhadap sekitarnya. Biasanya individu yang mempunyai waham ini mencari-cari hubungan antara dirinya dengan orang lain di sekitarnya, yang bermaksud menyindirnya atau menuduh hal-hal yang tidak senonoh terhadap dirinya. Dalam bentuk yang lebih ringan, kita kenal “Ideas of reference” yaitu ide atau perasaan bahwa peristiwa tertentu dan perbuatan-perbuatan tertentu dari orang lain (senyuman, gerak-gerik tangan, nyanyian dan sebagainya) mempunyai hubungan dengan dirinya.
e. Waham Cemburu
Selalu cemburu pada orang lain.
f. Waham Somatik atau Hipokondria
Keyakinan tentang berbagai penyakit yang berada dalam tubuhnya seperti ususnya yang membusuk, otak yang mencair.
g. Waham Keagamaan
Waham yang keyakinan dan pembicaraan selalu tentang agama.
h. Waham Nihilistik
Keyakinan bahwa dunia ini sudah hancur atau dirinya sendiri sudah meninggal.
i. Waham Pengaruh
Yaitu pikiran, emosi dan perbuatannya diawasi atau dipengaruhi oleh orang lain atau kekuatan.
5. Penatalaksanaan
Perawatan dan pengobatan harus secepat mungkin dilaksanakan karena, kemungkinan dapat menimbulkan kemunduran mental. Tetapi jangan memandang klien dengan waham pada gangguan skizofrenia ini sebagai pasien yang tidak dapat disembuhkan lagi atau orang yang aneh dan inferior bila sudah dapat kontak maka dilakukan bimbingan tentang hal-hal yang praktis. Biar pun klien tidak sembuh sempurna, dengan pengobatan dan bimbingan yang baik dapat ditolong untuk bekerja sederhana di rumah ataupun di luar rumah. Keluarga atau orang lain di lingkungan klien diberi penjelasan (manipulasi lingkungan) agar mereka lebih sabar menghadapinya.
Penatalaksanaan klien dengan waham meliputi farmako terapi, ECT dan terapi lainnya seperti: terapi psikomotor, terapi rekreasi, terapi somatik, terapi seni, terapi tingkah laku, terapi keluarga, terapi spritual dan terapi okupsi yang semuanya bertujuan untuk memperbaiki prilaku klien dengan waham pada gangguan skizoprenia. Penatalaksanaan yang terakhir adalah rehablitasi sebagai suatu proses refungsionalisasi dan pengembangan bagi klien agar mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam kehidupan masyarakat.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Waham
1. Pengkajian
Menurut tim Depkes RI (1994), pengkajian adalah langkah awal dan dasar proses keperawatan secara menyeluruh. Pada tahap ini pasien yang dibutuhkan dikumpulkan untuk menentukan masalah keperawatan.
Patricia A Potter et al (1993) dalam bukunya menyebutkan bahwa pengkajian terdiri dari 3 kegiatan yaitu: pengumpulan data, pengelompokan data atau analisa data dan perumusan diagnosa keperawatan. Data dapat dikumpulkan dari berbagai sumber data yaitu sumber data primer (klien) dan sumber data sekunder seperti keluarga, teman terdekat klien, tim kesehatan, catatan dalam berkas dokumen medis klien dan hasil pemeriksaan. Untuk mengumpulkan data dilakukan dengan berbagai cara, yaitu: dengan observasi, wawancara dan pemeriksaan fisik.
Setiap melakukan pengkajian, tulis tempat klien dirawat dan tanggal dirawat. Isi pengkajiannya meliputi:
a. Identifikasi klien
1) Perawat yang merawat klien melakukan perkenalan dan kontrak dengan klien tentang: Nama klien, panggilan klien, Nama perawat, tujuan, waktu pertemuan, topik pembicaraan.
b. Keluhan utama / alasan masuk
Tanyakan pada keluarga / klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga datang ke Rumah Sakit, yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah dan perkembangan yang dicapai.
c. Tanyakan pada klien / keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa pada masa lalu, pernah melakukan, mengalami, penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan kriminal.
Dapat dilakukan pengkajian pada keluarga faktor yang mungkin mengakibatkan terjadinya gangguan:
1) Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon psikologis dari klien.
2) Biologis
Gangguan perkembangan dan fungsi otak atau SSP, pertumbuhan dan perkembangan individu pada prenatal, neonatus dan anak-anak.
3) Sosial Budaya
Seperti kemiskinan, konflik sosial budaya (peperangan, kerusuhan, kerawanan), kehidupan yang terisolasi serta stress yang menumpuk.
d. Aspek fisik / biologis
Mengukur dan mengobservasi tanda-tanda vital: TD, nadi, suhu, pernafasan. Ukur tinggi badan dan berat badan, kalau perlu kaji fungsi organ kalau ada keluhan.
e. Aspek psikososial
1) Membuat genogram yang memuat paling sedikit tiga generasi yang dapat menggambarkan hubungan klien dan keluarga, masalah yang terkait dengan komunikasi, pengambilan keputusan dan pola asuh.
2) Konsep diri
a) Citra tubuh: mengenai persepsi klien terhadap tubuhnya, bagian yang disukai dan tidak disukai.
b) Identitas diri: status dan posisi klien sebelum dirawat, kepuasan klien terhadap status dan posisinya dan kepuasan klien sebagai laki-laki / perempuan.
c) Peran: tugas yang diemban dalam keluarga / kelompok dan masyarakat dan kemampuan klien dalam melaksanakan tugas tersebut.
d) Ideal diri: harapan terhadap tubuh, posisi, status, tugas, lingkungan dan penyakitnya.
e) Harga diri: hubungan klien dengan orang lain, penilaian dan penghargaan orang lain terhadap dirinya, biasanya terjadi pengungkapan kekecewaan terhadap dirinya sebagai wujud harga diri rendah.
3) Hubungan sosial dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan, kelompok yang diikuti dalam masyarakat.
4) Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah.
f. Status mental
Nilai penampilan klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik klien, alam perasaan klien (sedih, takut, khawatir), afek klien, interaksi selama wawancara, persepsi klien, proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat konsentasi dan berhitung, kemampuan penilaian dan daya tilik diri.
g. Kebutuhan persiapan pulang
1) Kemampuan makan klien, klien mampu menyiapkan dan membersihkan alat makan.
2) Klien mampu BAB dan BAK, menggunakan dan membersihkan WC serta membersihkan dan merapikan pakaian.
3) Mandi klien dengan cara berpakaian, observasi kebersihan tubuh klien.
4) Istirahat dan tidur klien, aktivitas di dalam dan di luar rumah.
5) Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksi yang dirasakan setelah minum obat.
h. Masalah psikososial dan lingkungan
Dari data keluarga atau klien mengenai masalah yang dimiliki klien.
i. Pengetahuan
Data didapatkan melalui wawancara dengan klien kemudian tiap bagian yang dimiliki klien disimpulkan dalam masalah.
j. Aspek medik
Terapi yang diterima oleh klien: ECT, terapi antara lain seperti terapi psikomotor, terapi tingkah laku, terapi keluarga, terapi spiritual, terapi okupasi, terapi lingkungan. Rehabilitasi sebagai suatu refungsionalisasi dan perkembangan klien supaya dapat melaksanakan sosialisasi secara wajar dalam kehidupan bermasyarakat.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian atau kesimpulan yang diambil dari pengkajian (Gabie, dikutip oleh Carpernito, 1983).
Diagnosa keperawatan adalah masalah kesehatan aktual atau potensial dan berdasarkan pendidikan dan pengalamannya perawat mampu mengatasinya (Gordon dikutip oleh Carpernito, 1983)
Masalah keperawatan yang sering muncul yang dapat disimpulkan dari hasil pengkajian adalah:
a. Gangguan proses pikir; waham.
b. Kerusakan komunikasi verbal.
c. Resiko menciderai orang lain.
d. Gangguan interaksi sosial: menarik diri.
e. Gangguan konsep diri; harga diri rendah.
f. Tidak efektifnya koping individu.
Klik gambar untuk memperbesar!
Daftar pustaka
Stuart. GW dan Sundeen.—Buku Saku Keperawatan Jiwa.—edisi 3.—Jakarta : EGC, 1998.
Maramis, WF. –Ilmu Kedokteran Jiwa.—Surabaya : Airlangga University Press, 1995.
Direktorat Kesehatan Jiwa.—Buku Standar Keperawatan Kesehatan Jiwa dan Penerapan Standar Asuhan Keperawatan pada Kasus di RSJ dan di RSKO.—Jakarta : Depkes RI, 1998.
Pusdiknakes.—Asuhan Keperawatan Pada Klien Gangguan Penyakit Jiwa.— Edisi I.—Jakarta : Depkes, 1994.
Mulyani.Yeni . .— Materi kuliah keperawatan jiwa . .— progsus pkm rantau, 2009
ASKEP KLIEN DENGAN KEKERASAN RESTI TERHADAP ORANG LAIN
09:05
Pengertian
Amuk merupakan respon kemarahan yg paling maladaptif yg ditandai dengan perasaan marah dan bermusuhan yg kuat disertai hilangnya kontrol,dimana individu dpt merusak diri sendiri, orang lain maupun lingkungan (Keliat,1991).
Faktor-faktor yang mempengaruhi amuk
Tingkah laku amuk dapat dipengaruhi oleh berbagai macam faktor.Dalam beberapa teori,faktor ini dibagi 3 pandangan yaitu :
1.Model Teori Importation :
Teori ini mencerminkan kedudukan klien dalam membawa atau mengadopsi nilai-nilai tertentu,sikap,pola tingkah laku kondusif terhadap amuk kedalam situasi pengobatan dan perawatan (Armstrong,1978 dalam wilson,1988).
Faktor-faktor penyebab/mempengaruhi tingkah laku amuk adalah sebagai berikut :
a. Faktor sosial dan kultural
Staus emosi yg rendah,adanya riwayat penganiayaaan pd masa anak- anak,pengalaman hidup dari sub kultur yg mengatasi konflik dng kekerasan,riwayat perilaku kekerasan.
b. Penyakit gangguan mental seperti schizofrenia,gangguan kepribadian,gejala/ sindroma psikotik organik.
c. Mental retardasi
d. Akibat menderita penyakit yg berat atau terminal
e. Demografi:Usia dan jenis kelamin, lelaki muda cenderung meningkat tingkah laku amuk.
f. Seseorang yg putus asa dan tidak berdaya.
2.Model Situasionism
Amuk adalah respon terhadap keunikan,kekuatan dan lingkungan ruamh sakit yg terbatas yg membuat klien merasa tak berharga dan tdk diperlakukan secara manusiawi.Model menggambarkan bagaimana lingkungan dpt mendukung terjadinya kondisi amuk seperti : ruang & kondisi,kesibukan,penempatan klien diunit tersebut,penggunaan waktu,design arsitektur ruangan,pola staf,tingkat kegiatan dan komposisi jumlah klien.
3.Model Interaksi
Model ini menguraikan bagaimana proses interaksi yg terjadi antara klien dan perawat dpt memicu atau menyebabkan terjadinya tingkah laku amuk,Model ini memfokuskan pd 3 elemen tjdnya cetusan amuk yaitu : Provokasi,Expectasi (harapan) dan Konflik.
Proses Terjadinya Amuk
Amuk adalah respon marah terhadap adanya stres,rasa cemas,harga diri rendah,rasa bersalah,putus asa dan ketidak berdayaan.respon ini dpt diekspresikan secara internal maupun eksternal. Secara internal dpt berperilaku yg tdk asertif & merusak diri,sedangkan secara eksternal dpt berupa perilaku destruktif agresif. Adapun respon marah diungkapkan melalui 3 cara Yaitu : Secara verbal,Menekan dan menantang.
Bagan 1. Konsep Marah (Beck,Rawlins,Williams,1986,hal 447 dikutif oleh Keliat, 1991).
Pengkajian
1. Identitas klien
2. Alasan masuk biasanya berperilaku aneh berupa marah-marah tanpa sebab, menya-kiti diri sendiri dan org lain serta merusak lingkungan.
3. Faktor predisposisi
• Riwayat kelahiran dan tumbuh kembang
• Riwayat pendidikan
• Riwayat pekerjaan
• Penggunaan waktu luang
• Hubungan antar manusia
• Tindakan anti sosial
• Penyakit yg pernah diderita
• Riwayat gangguan jiwa dimasa lalu
• Pengobatan sebelumnya
• Kekerasan dl keluarga
• Trauma krn aniaya fisik/tindakan kriminal
4. Apakah ada anggota keluarga yg mengalami gangguan jiwa
5. Apakah ada pengalaman masa lalu yg tdk menyenangkan
6. Bagaimana keadaan fisik klien scr umum (S,N,Tensi,RR,TB,BB Serta keluhan fisik lainnya).
7. Bagaimana Kondisi Psikosoial klien : Genogram keluarga,Konsep diri klien,Hubungan sosial klien,spiritual klien.
8. Bagaimana status mental klien: Penampilan,pembicaraan,aktivitas motorik,alam perasaan, afek,interaksi selama wawancara,persepsi klien,proses pikir,isi pikir, tingkat kesadaran, memori,Tingkat konsentrasi dan berhitung,kemampuan penilaian daya tilik diri.
9. Kemampuan klien memenuhi kebutuhan
10. Kemampuan klien dalam kegiatan kehidupan sehari-hari
11. Kebersihan diri klien
12. Nutrisi klien
13. Tidur/istirahat klien
14. Apakah klien memiliki sistem pendukung
15. Apakah klien menikmati saat bekerja,yg menghsilkan atau hobbi
16. Mekanisme koping adaptif atau tdk
17. Apakah klien memiliki masalah psikososial atau lingkungan
18. Bagaimana pengetahuan klien & klg ttg penyakit jiwa.
Diagnosa Keperawatan
1. Kekerasan resiko tinggi b.d adanya gangguan proses pikir
2. Gangguan sosialisasi b.d hambatan komunikasi verbal
3. Resiko Tinggi melukai orang lain b.d Ketidak mampuan mengontrol diri
4. Koping keluarga inefektif b.d kurangnya kemampuan merawat amuk.
Rencana Keperawatan
1.Kekerasan resiko tinggi b.d adanya gangguan proses pikir
Tujuan Jangka Pendek :
Klien mempertahankan agitasi pada tingkat yg dpt dikendalikan shg tdk menjadi kekerasan pd waktu lain.
Tujuan Jangka Panjang :
Klien tdk membahayakan diri sendiri,org lain dan lingkungan saat dirumah sakit maupun dirumah.
Intervensi
1).Bangun kepercayaan dengan klien
• Jangan mengemukakan alasan,berdebat atau menentang waham
• Yakinkan klien bahwa dia berada dlm keadaan aman & tdk berbahaya
• Jangan tinggalkan klien sendiri
• Sarankan klien u/ mengungkapkan perasaannya
• Tunjukan penerimaan thd kebutuhannya spt membicarakan pengalaman yg memicu timbulnya waham
• Tetap tenang
Rasional
U/ menghindari kecurigaan dan menumbuhkan kepercayaan/keterbukaan
2).Kaji Tingkat ansietas klien
Rasional
Dengan mengenali prilaku ini perawat dpt mengatasi sebelum kekerasan terjadi.
3).Kaji sensori yg menimbulkan keinginan u/ melakukan kekerasan
Rasional
U/ mengetahui ttg perubahan isi pikiran yg menimbulkan perubahan perilaku.
4).Jangan menerima /mengkritik isi pikir klien yg salah
Rasional
Karena akan mengurangi kepercayaan & memunculkan konflik antar klien perawat yg dpt menghambat hubungan terapeutik
5).Pertahankan tingkat rangsang yg rendah pd lingkungan klien
Rasional
Ansietas meningkat pd rangsangan yg tinggi.
6).Singkirkan objek yg berpotensi membahayakan
Rasional
Dlm keadaan dissorientasi klien dpt menggunakan objek ini u/tindakan kekerasan
2.Kerusakan interaksi sosial b.d hambatan komunikasi verbal
Tujuan jangka pendek
Klien mengembangkan hubungan saling percaya dng staf,mengajak interaksi dng staf
Tujuan Jangka Panjang
• Klien dng sukarela mau melakukan aktivitas kelompok bersama klien yg lain & staf
• Klien dpt menahan diri u/ tdk melakukan perilaku egosentris yg menyinggung org lain & tdk mendukung suatu hubungan saat pulang
Intervensi
1).Luangkan waktu u/ berinteraksi dng klien
Rasional
U/ membentuk persepsi klien agar merasa berharga/dihargai
2).Kembangkan hubungan terapeutik melalui kontak yg sering,singkat & menerima
Rasional
Kehadiran,penyampaian & penerimaan menolong meningkatkan harga diri/kepercayaan klien
3).Ajak klien u/ melakukan aktivitas kelompok,berikan klien kesempatan meng-ambil keputusan sendiri u/meninggalkan kelompok.
Rasional
U/memberikan rasa aman scr emosional kepada klien
4).Berikan umpan balik langsung dari interaksi yg telah dilakukan klien dng org lain
Rasional
U/ mengubah perilaku klien kearah positif.
5).Ajarkan tehnik asertif & cara berespon serta ketrampilan dlm melakukan hubung an dng org lain
Rasional
Pengetahuan ttg tehnik asertif dpt meningkatkan hubungan klien dng org lain
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Alih Bahasa : Yasmin Asih, Edisi 6, EGC, Jakarta, 1998
Keliat, B. A., Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, EGC, Jakarta, 1999
Rawlins, R.P. & Patricia Evans Heacock, Clinical Manual of Psychiatric Nursing, 2 nd Edition, Mosby Year Book, St. Louis, 1993
Stuart, G.W. & Michele T. Laraia, Principles and Practice of Psychiatric Nursing, 6 th Edition, Mosby Company, St. Louis, 1998
Towsend, Mary C., Buku Saku Diagnosa Keperawatan Psikiatri Untuk Pembuatan Rencana Keperawatan,
Alih Bahasa : Novy Helena C.D., Edisi 3, EGC, Jakarta, 1998\
Amuk merupakan respon kemarahan yg paling maladaptif yg ditandai dengan perasaan marah dan bermusuhan yg kuat disertai hilangnya kontrol,dimana individu dpt merusak diri sendiri, orang lain maupun lingkungan (Keliat,1991).
Faktor-faktor yang mempengaruhi amuk
Tingkah laku amuk dapat dipengaruhi oleh berbagai macam faktor.Dalam beberapa teori,faktor ini dibagi 3 pandangan yaitu :
1.Model Teori Importation :
Teori ini mencerminkan kedudukan klien dalam membawa atau mengadopsi nilai-nilai tertentu,sikap,pola tingkah laku kondusif terhadap amuk kedalam situasi pengobatan dan perawatan (Armstrong,1978 dalam wilson,1988).
Faktor-faktor penyebab/mempengaruhi tingkah laku amuk adalah sebagai berikut :
a. Faktor sosial dan kultural
Staus emosi yg rendah,adanya riwayat penganiayaaan pd masa anak- anak,pengalaman hidup dari sub kultur yg mengatasi konflik dng kekerasan,riwayat perilaku kekerasan.
b. Penyakit gangguan mental seperti schizofrenia,gangguan kepribadian,gejala/ sindroma psikotik organik.
c. Mental retardasi
d. Akibat menderita penyakit yg berat atau terminal
e. Demografi:Usia dan jenis kelamin, lelaki muda cenderung meningkat tingkah laku amuk.
f. Seseorang yg putus asa dan tidak berdaya.
2.Model Situasionism
Amuk adalah respon terhadap keunikan,kekuatan dan lingkungan ruamh sakit yg terbatas yg membuat klien merasa tak berharga dan tdk diperlakukan secara manusiawi.Model menggambarkan bagaimana lingkungan dpt mendukung terjadinya kondisi amuk seperti : ruang & kondisi,kesibukan,penempatan klien diunit tersebut,penggunaan waktu,design arsitektur ruangan,pola staf,tingkat kegiatan dan komposisi jumlah klien.
3.Model Interaksi
Model ini menguraikan bagaimana proses interaksi yg terjadi antara klien dan perawat dpt memicu atau menyebabkan terjadinya tingkah laku amuk,Model ini memfokuskan pd 3 elemen tjdnya cetusan amuk yaitu : Provokasi,Expectasi (harapan) dan Konflik.
Proses Terjadinya Amuk
Amuk adalah respon marah terhadap adanya stres,rasa cemas,harga diri rendah,rasa bersalah,putus asa dan ketidak berdayaan.respon ini dpt diekspresikan secara internal maupun eksternal. Secara internal dpt berperilaku yg tdk asertif & merusak diri,sedangkan secara eksternal dpt berupa perilaku destruktif agresif. Adapun respon marah diungkapkan melalui 3 cara Yaitu : Secara verbal,Menekan dan menantang.
Bagan 1. Konsep Marah (Beck,Rawlins,Williams,1986,hal 447 dikutif oleh Keliat, 1991).
Pengkajian
1. Identitas klien
2. Alasan masuk biasanya berperilaku aneh berupa marah-marah tanpa sebab, menya-kiti diri sendiri dan org lain serta merusak lingkungan.
3. Faktor predisposisi
• Riwayat kelahiran dan tumbuh kembang
• Riwayat pendidikan
• Riwayat pekerjaan
• Penggunaan waktu luang
• Hubungan antar manusia
• Tindakan anti sosial
• Penyakit yg pernah diderita
• Riwayat gangguan jiwa dimasa lalu
• Pengobatan sebelumnya
• Kekerasan dl keluarga
• Trauma krn aniaya fisik/tindakan kriminal
4. Apakah ada anggota keluarga yg mengalami gangguan jiwa
5. Apakah ada pengalaman masa lalu yg tdk menyenangkan
6. Bagaimana keadaan fisik klien scr umum (S,N,Tensi,RR,TB,BB Serta keluhan fisik lainnya).
7. Bagaimana Kondisi Psikosoial klien : Genogram keluarga,Konsep diri klien,Hubungan sosial klien,spiritual klien.
8. Bagaimana status mental klien: Penampilan,pembicaraan,aktivitas motorik,alam perasaan, afek,interaksi selama wawancara,persepsi klien,proses pikir,isi pikir, tingkat kesadaran, memori,Tingkat konsentrasi dan berhitung,kemampuan penilaian daya tilik diri.
9. Kemampuan klien memenuhi kebutuhan
10. Kemampuan klien dalam kegiatan kehidupan sehari-hari
11. Kebersihan diri klien
12. Nutrisi klien
13. Tidur/istirahat klien
14. Apakah klien memiliki sistem pendukung
15. Apakah klien menikmati saat bekerja,yg menghsilkan atau hobbi
16. Mekanisme koping adaptif atau tdk
17. Apakah klien memiliki masalah psikososial atau lingkungan
18. Bagaimana pengetahuan klien & klg ttg penyakit jiwa.
Diagnosa Keperawatan
1. Kekerasan resiko tinggi b.d adanya gangguan proses pikir
2. Gangguan sosialisasi b.d hambatan komunikasi verbal
3. Resiko Tinggi melukai orang lain b.d Ketidak mampuan mengontrol diri
4. Koping keluarga inefektif b.d kurangnya kemampuan merawat amuk.
Rencana Keperawatan
1.Kekerasan resiko tinggi b.d adanya gangguan proses pikir
Tujuan Jangka Pendek :
Klien mempertahankan agitasi pada tingkat yg dpt dikendalikan shg tdk menjadi kekerasan pd waktu lain.
Tujuan Jangka Panjang :
Klien tdk membahayakan diri sendiri,org lain dan lingkungan saat dirumah sakit maupun dirumah.
Intervensi
1).Bangun kepercayaan dengan klien
• Jangan mengemukakan alasan,berdebat atau menentang waham
• Yakinkan klien bahwa dia berada dlm keadaan aman & tdk berbahaya
• Jangan tinggalkan klien sendiri
• Sarankan klien u/ mengungkapkan perasaannya
• Tunjukan penerimaan thd kebutuhannya spt membicarakan pengalaman yg memicu timbulnya waham
• Tetap tenang
Rasional
U/ menghindari kecurigaan dan menumbuhkan kepercayaan/keterbukaan
2).Kaji Tingkat ansietas klien
Rasional
Dengan mengenali prilaku ini perawat dpt mengatasi sebelum kekerasan terjadi.
3).Kaji sensori yg menimbulkan keinginan u/ melakukan kekerasan
Rasional
U/ mengetahui ttg perubahan isi pikiran yg menimbulkan perubahan perilaku.
4).Jangan menerima /mengkritik isi pikir klien yg salah
Rasional
Karena akan mengurangi kepercayaan & memunculkan konflik antar klien perawat yg dpt menghambat hubungan terapeutik
5).Pertahankan tingkat rangsang yg rendah pd lingkungan klien
Rasional
Ansietas meningkat pd rangsangan yg tinggi.
6).Singkirkan objek yg berpotensi membahayakan
Rasional
Dlm keadaan dissorientasi klien dpt menggunakan objek ini u/tindakan kekerasan
2.Kerusakan interaksi sosial b.d hambatan komunikasi verbal
Tujuan jangka pendek
Klien mengembangkan hubungan saling percaya dng staf,mengajak interaksi dng staf
Tujuan Jangka Panjang
• Klien dng sukarela mau melakukan aktivitas kelompok bersama klien yg lain & staf
• Klien dpt menahan diri u/ tdk melakukan perilaku egosentris yg menyinggung org lain & tdk mendukung suatu hubungan saat pulang
Intervensi
1).Luangkan waktu u/ berinteraksi dng klien
Rasional
U/ membentuk persepsi klien agar merasa berharga/dihargai
2).Kembangkan hubungan terapeutik melalui kontak yg sering,singkat & menerima
Rasional
Kehadiran,penyampaian & penerimaan menolong meningkatkan harga diri/kepercayaan klien
3).Ajak klien u/ melakukan aktivitas kelompok,berikan klien kesempatan meng-ambil keputusan sendiri u/meninggalkan kelompok.
Rasional
U/memberikan rasa aman scr emosional kepada klien
4).Berikan umpan balik langsung dari interaksi yg telah dilakukan klien dng org lain
Rasional
U/ mengubah perilaku klien kearah positif.
5).Ajarkan tehnik asertif & cara berespon serta ketrampilan dlm melakukan hubung an dng org lain
Rasional
Pengetahuan ttg tehnik asertif dpt meningkatkan hubungan klien dng org lain
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Alih Bahasa : Yasmin Asih, Edisi 6, EGC, Jakarta, 1998
Keliat, B. A., Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, EGC, Jakarta, 1999
Rawlins, R.P. & Patricia Evans Heacock, Clinical Manual of Psychiatric Nursing, 2 nd Edition, Mosby Year Book, St. Louis, 1993
Stuart, G.W. & Michele T. Laraia, Principles and Practice of Psychiatric Nursing, 6 th Edition, Mosby Company, St. Louis, 1998
Towsend, Mary C., Buku Saku Diagnosa Keperawatan Psikiatri Untuk Pembuatan Rencana Keperawatan,
Alih Bahasa : Novy Helena C.D., Edisi 3, EGC, Jakarta, 1998\
SKIZOFRENIA
09:00
A. PENGERTIAN
Skizofrenia adalah suatu psikosa fungsional dengan gangguan utama pada proses pikir serta disharmonisasi (keretakan atau perpecahan ) antara proses pikir, afek / emosi, kemauan dan psikomotor disertai distorsi kenyataan, terutama karena waham dan halusinasi, asosiasi terbagi sehingga timbul inkoherensi, afek dan prilaku bizar.
Skizofrenia merupakan bentuk psikosa yang banyak dijumpai dimana-mana namun faktor penyebabnya belum dapat di identifikasi secara jelas, kraepiksi menyebut gangguan ini sebagai remensia precox.
B. JENIS
Skizofrenia dibedakan dalam beberapa jenis:
a. Skizofrenia simplek: Dengan gejala utama emosi dan kemunduran kemauan.
b. Skizofrenia Hibefrenik: Gejala utama gangguan proses pikir, gangguan kemauan dan depersonalisasi
c. Skizofrenia Katatonik: Dengan gejala utama pada psikomotor seperti stupor maupun gaduh, gelisah. Kataton.
d. Skizofrenia Paranoid: Dengan gejala utama kecurigaan yang ekstrim, diserai waham kejayaan atau kebesaran
e. Episoda Skizoprenia akut (Lir Skizoprenia): adalah kondisi akut mendadak yang disertai dengan perubahan kesadaran, kesadaran mungkin berkabut.
f. Skizoprenia psiko–afektif: Yaitu gejala utamanya skizoprenia yang menonjol yang disertai gejala depresi atau mania.
g. Skizoprenia Residual: Skizoprenia dengan gejala-gejala primernya dan muncul setelah beberapa kali serangan Skizoprenia.
C. ETIOLOGI
Penyebabnya tidak diketahui dan merupakan suatu tantangan riset yang dilakukan dan telah banyak faktor predisposisi dan presipitasi yang diketahui.
Herediter pentingnya faktor genetika dibuktikan secara memungkinkan resiko masyarakat umum 1%, Pada orang tua resiko Skizoprenia 5%, pada saudar kandung 8% dan pada anak–anak 10%.
Lingkugan gambaran pada penderita kembar seperti diatas menunjukan bahwa lingkungan juga cukup berperan dalam menampilkan penyakit pada individu yang memiliki predisposisi.
Emosi yang diekspresikan, jika keluarga Skizoprenia memperlihatkan emosi yang diekspresikan secara berlebihan, misal klien sedang di omeli atau terlalu banyak dikekang dengan aturan–aturan yang berlebihan maka kemungkinan kambuh lebih besar.
D. GEJALA
( Menurut Bluler):
1. Gejala Primer
a. Gangguan proses pikir (bentuk, langkah dan isis pikir ) yang paling menonjol dan terjadi inkoherensi
b. Gangguan afek emosi;
- Terjadinya kedangkalan afek emosi
- Paramimi dan paratimi (incongruity of afek / inadekuat)
- Emosi dan afek serta ekspresinya tidak mempunyai satu kesatuan.
- Emosi berlebihan.
- Hilangnya kemampuan untuk mengadakan hubungan emosi yang baik.
c. Gangguan kemauan
- Terjadi kelemahan kemauan
- Prilaku negatifisme atas permintaan
- Otomatisme, merasa pikiran / perbuatannya dipengaruhi oleh orang lain.
d. Gangguan Psikomotor
- Stupor atau hiperkinensia, logorea dan morologisme.
- Stereotipi
- Katalepsi: mempertahankan posisi tubuh dalam waktu lama
- Echolakia dan ekhopaxia.
e. Autisme
2. Gejala Sekunder
- Perubahan proses pikir
- Waham
- Halusinasi
(Kriteria Figner ):
1. Harus ada:
a. Penyakitnya menahun tetap bergejala 6 bulan.
b. Tidak ada penyakit afektif.
2. Paling kurang harus ada satu.
a. Kelainan pikiran
b. Waham atau halusinasi tanpa ketergantungan atau disorientasi.
3. Harus ada 3 untuk diagnosa pasti.
a. Bujangan
b. Kepribadian premorbid atau riwayat pekerjaan butuh.
c. Riwayat keluarga positif
d. Tanpa alkoholisme atau penyalah guna obat dalam tahun terakhir
e. Terjadinya sebelum 40 tahun.
E. PERJALANAN DAN PROGNOSIS
Skizoprenia tidak patal kecuali bunuh diri, kecenderungan umum kearah disintegrasi personalitas, tetapi proses ini mungkin tertentu pada satu titik, meninggalkan suatu cacat personalitas yang mungkin tidak menarik perhatian atau nyata.
Angka remisi tanpa pengobatan sekitar 20% tetapi dengan pengobatan sekitar 2/3 penderita dapat mengalami suatu penyembuhan sosial di masa lampau 2/3 klien skizoprenia harus menghabiskan waktunya di rumah sakit, kasus yang memerlukan perawatan rumah sakit permanen satu dari sepuluh bahkan lebih.
Faktor prognosis yang menguntungkan mencakup tidak adanya riawayat keluarga bagi penyakit ini. Personalitas norma dan latar belakang keluarga dan catatan pekerjaan stabil, gambaran penyakit mengarah ke prognosis yang baik, seperti pencetusnya yang nyata, retensi emosi yang normal.
DAFTAR PUSTAKA
Agus, Harja Salman, 1989, “Perawatan Kedaruratan Psikiatri di Rumah Sakit Jiwa Cimahi”, Dep Kes RI.
Makeon Patrick, 1987, “Menghadapi Depresi dan Elasi”, Jakarta, Arcon.
Mary Towsend, 1999, “Diagnosa Keperawatan Psikiatri” Edisi 3, EGC, Jakarta.
Skizofrenia adalah suatu psikosa fungsional dengan gangguan utama pada proses pikir serta disharmonisasi (keretakan atau perpecahan ) antara proses pikir, afek / emosi, kemauan dan psikomotor disertai distorsi kenyataan, terutama karena waham dan halusinasi, asosiasi terbagi sehingga timbul inkoherensi, afek dan prilaku bizar.
Skizofrenia merupakan bentuk psikosa yang banyak dijumpai dimana-mana namun faktor penyebabnya belum dapat di identifikasi secara jelas, kraepiksi menyebut gangguan ini sebagai remensia precox.
B. JENIS
Skizofrenia dibedakan dalam beberapa jenis:
a. Skizofrenia simplek: Dengan gejala utama emosi dan kemunduran kemauan.
b. Skizofrenia Hibefrenik: Gejala utama gangguan proses pikir, gangguan kemauan dan depersonalisasi
c. Skizofrenia Katatonik: Dengan gejala utama pada psikomotor seperti stupor maupun gaduh, gelisah. Kataton.
d. Skizofrenia Paranoid: Dengan gejala utama kecurigaan yang ekstrim, diserai waham kejayaan atau kebesaran
e. Episoda Skizoprenia akut (Lir Skizoprenia): adalah kondisi akut mendadak yang disertai dengan perubahan kesadaran, kesadaran mungkin berkabut.
f. Skizoprenia psiko–afektif: Yaitu gejala utamanya skizoprenia yang menonjol yang disertai gejala depresi atau mania.
g. Skizoprenia Residual: Skizoprenia dengan gejala-gejala primernya dan muncul setelah beberapa kali serangan Skizoprenia.
C. ETIOLOGI
Penyebabnya tidak diketahui dan merupakan suatu tantangan riset yang dilakukan dan telah banyak faktor predisposisi dan presipitasi yang diketahui.
Herediter pentingnya faktor genetika dibuktikan secara memungkinkan resiko masyarakat umum 1%, Pada orang tua resiko Skizoprenia 5%, pada saudar kandung 8% dan pada anak–anak 10%.
Lingkugan gambaran pada penderita kembar seperti diatas menunjukan bahwa lingkungan juga cukup berperan dalam menampilkan penyakit pada individu yang memiliki predisposisi.
Emosi yang diekspresikan, jika keluarga Skizoprenia memperlihatkan emosi yang diekspresikan secara berlebihan, misal klien sedang di omeli atau terlalu banyak dikekang dengan aturan–aturan yang berlebihan maka kemungkinan kambuh lebih besar.
D. GEJALA
( Menurut Bluler):
1. Gejala Primer
a. Gangguan proses pikir (bentuk, langkah dan isis pikir ) yang paling menonjol dan terjadi inkoherensi
b. Gangguan afek emosi;
- Terjadinya kedangkalan afek emosi
- Paramimi dan paratimi (incongruity of afek / inadekuat)
- Emosi dan afek serta ekspresinya tidak mempunyai satu kesatuan.
- Emosi berlebihan.
- Hilangnya kemampuan untuk mengadakan hubungan emosi yang baik.
c. Gangguan kemauan
- Terjadi kelemahan kemauan
- Prilaku negatifisme atas permintaan
- Otomatisme, merasa pikiran / perbuatannya dipengaruhi oleh orang lain.
d. Gangguan Psikomotor
- Stupor atau hiperkinensia, logorea dan morologisme.
- Stereotipi
- Katalepsi: mempertahankan posisi tubuh dalam waktu lama
- Echolakia dan ekhopaxia.
e. Autisme
2. Gejala Sekunder
- Perubahan proses pikir
- Waham
- Halusinasi
(Kriteria Figner ):
1. Harus ada:
a. Penyakitnya menahun tetap bergejala 6 bulan.
b. Tidak ada penyakit afektif.
2. Paling kurang harus ada satu.
a. Kelainan pikiran
b. Waham atau halusinasi tanpa ketergantungan atau disorientasi.
3. Harus ada 3 untuk diagnosa pasti.
a. Bujangan
b. Kepribadian premorbid atau riwayat pekerjaan butuh.
c. Riwayat keluarga positif
d. Tanpa alkoholisme atau penyalah guna obat dalam tahun terakhir
e. Terjadinya sebelum 40 tahun.
E. PERJALANAN DAN PROGNOSIS
Skizoprenia tidak patal kecuali bunuh diri, kecenderungan umum kearah disintegrasi personalitas, tetapi proses ini mungkin tertentu pada satu titik, meninggalkan suatu cacat personalitas yang mungkin tidak menarik perhatian atau nyata.
Angka remisi tanpa pengobatan sekitar 20% tetapi dengan pengobatan sekitar 2/3 penderita dapat mengalami suatu penyembuhan sosial di masa lampau 2/3 klien skizoprenia harus menghabiskan waktunya di rumah sakit, kasus yang memerlukan perawatan rumah sakit permanen satu dari sepuluh bahkan lebih.
Faktor prognosis yang menguntungkan mencakup tidak adanya riawayat keluarga bagi penyakit ini. Personalitas norma dan latar belakang keluarga dan catatan pekerjaan stabil, gambaran penyakit mengarah ke prognosis yang baik, seperti pencetusnya yang nyata, retensi emosi yang normal.
DAFTAR PUSTAKA
Agus, Harja Salman, 1989, “Perawatan Kedaruratan Psikiatri di Rumah Sakit Jiwa Cimahi”, Dep Kes RI.
Makeon Patrick, 1987, “Menghadapi Depresi dan Elasi”, Jakarta, Arcon.
Mary Towsend, 1999, “Diagnosa Keperawatan Psikiatri” Edisi 3, EGC, Jakarta.
ASKEP STROKE
08:52
1 Pengertian
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler. (Hendro Susilo, 2000)
Perdarahan intracerebral adalah disfungsi neurologi fokal yang akut dan disebabkan oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan olek karena trauma kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena dan kapiler. (UPF, 1994)
2 Anatomi fisiologi
a Otak
Berat otak manusia sekitar 1400 gram dan tersusun oleh kurang lebih 100 triliun neuron. Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu serebrum (otak besar), serebelum (otak kecil), brainstem (batang otak), dan diensefalon. (Satyanegara, 1998)
Serebrum terdiri dari dua hemisfer serebri, korpus kolosum dan korteks serebri. Masing-masing hemisfer serebri terdiri dari lobus frontalis yang merupakan area motorik primer yang bertanggung jawab untuk gerakan-gerakan voluntar, lobur parietalis yang berperanan pada kegiatan memproses dan mengintegrasi informasi sensorik yang lebih tinggi tingkatnya, lobus temporalis yang merupakan area sensorik untuk impuls pendengaran dan lobus oksipitalis yang mengandung korteks penglihatan primer, menerima informasi penglihatan dan menyadari sensasi warna.
Serebelum terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh duramater yang menyerupai atap tenda yaitu tentorium, yang memisahkannya dari bagian posterior serebrum. Fungsi utamanya adalah sebagai pusat refleks yang mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot, serta mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk mempertahankan keseimbangan sikap tubuh.
Bagian-bagian batang otak dari bawak ke atas adalah medula oblongata, pons dan mesensefalon (otak tengah). Medula oblongata merupakan pusat refleks yang penting untuk jantung, vasokonstriktor, pernafasan, bersin, batuk, menelan, pengeluaran air liur dan muntah. Pons merupakan mata rantai penghubung yang penting pada jaras kortikosereberalis yang menyatukan hemisfer serebri dan serebelum. Mesensefalon merupakan bagian pendek dari batang otak yang berisi aquedikus sylvius, beberapa traktus serabut saraf asenden dan desenden dan pusat stimulus saraf pendengaran dan penglihatan.
Diensefalon di bagi empat wilayah yaitu talamus, subtalamus, epitalamus dan hipotalamus. Talamus merupakan stasiun penerima dan pengintegrasi subkortikal yang penting. Subtalamus fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi pada subtalamus akan menimbulkan hemibalismus yang ditandai dengan gerakan kaki atau tangan yang terhempas kuat pada satu sisi tubuh. Epitalamus berperanan pada beberapa dorongan emosi dasar seseorang. Hipotalamus berkaitan dengan pengaturan rangsangan dari sistem susunan saraf otonom perifer yang menyertai ekspresi tingkah dan emosi. (Sylvia A. Price, 1995)
b Sirkulasi darah otak
Otak menerima 17 % curah jantung dan menggunakan 20 % konsumsi oksigen total tubuh manusia untuk metabolisme aerobiknya. Otak diperdarahi oleh dua pasang arteri yaitu arteri karotis interna dan arteri vertebralis. Da dalam rongga kranium, keempat arteri ini saling berhubungan dan membentuk sistem anastomosis, yaitu sirkulus Willisi.(Satyanegara, 1998)
Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteria karotis komunis kira-kira setinggi rawan tiroidea. Arteri karotis interna masuk ke dalam tengkorak dan bercabang kira-kira setinggi kiasma optikum, menjadi arteri serebri anterior dan media. Arteri serebri anterior memberi suplai darah pada struktur-struktur seperti nukleus kaudatus dan putamen basal ganglia, kapsula interna, korpus kolosum dan bagian-bagian (terutama medial) lobus frontalis dan parietalis serebri, termasuk korteks somestetik dan korteks motorik. Arteri serebri media mensuplai darah untuk lobus temporalis, parietalis dan frontalis korteks serebri.
Arteria vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi yang sama. Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum, setinggi perbatasan pons dan medula oblongata. Kedua arteri ini bersatu membentuk arteri basilaris, arteri basilaris terus berjalan sampai setinggi otak tengah, dan di sini bercabang menjadi dua membentuk sepasang arteri serebri posterior. Cabang-cabang sistem vertebrobasilaris ini jmemperdarahi medula oblongata, pons, serebelum, otak tengah dan sebagian diensefalon. Arteri serebri posterior dan cabang-cabangnya memperdarahi sebagian diensefalon, sebagian lobus oksipitalis dan temporalis, aparatus koklearis dan organ-organ vestibular. (Sylvia A. Price, 1995)
Darah di dalam jaringan kapiler otak akan dialirkan melalui venula-venula (yang tidak mempunyai nama) ke vena serta di drainase ke sinus duramatris. Dari sinus, melalui vena emisaria akan dialirkan ke vena-vena ekstrakranial. (Satyanegara, 1998)
3 Patofisiologi
Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh arteriola yang berdiameter 100-400 mcmeter mengalami perubahan patologik pada dinding pembuluh darah tersebut berupa hipohialinosis, nekrosis fibrinoid serta timbulnya aneurisma tipe Bouchard. Arteriol-arteriol dari cabang-cabang lentikulostriata, cabang tembus arteriotalamus dan cabang-cabang paramedian arteria vertebro-basilar mengalami perubahan-perubahan degeneratif yang sama. Kenaikan darah yang “abrupt” atau kenaikan dalam jumlah yang secara mencolok dapat menginduksi pecahnya pembuluh darah terutama pada pagi hari dan sore hari.
Jika pembuluh darah tersebut pecah, maka perdarahan dapat berlanjut sampai dengan 6 jam dan jika volumenya besarakan merusak struktur anatomi otak dan menimbulkan gejala klinik.
Jika perdarahan yang timbul kecil ukurannya, maka massa darah hanya dapat merasuk dan menyela di antara selaput akson massa putih tanpa merusaknya. Pada keadaan ini absorbsi darah akan diikutioleh pulihnya fungsi-fungsi neurologi. Sedangkan pada perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peninggian tekanan intrakranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falk serebri atau lewat foramen magnum.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus dan pons.
Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak akan mengakibatkan peningian tekanan intrakranial dan mentebabkan menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunya drainase otak.
Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di daerah yang terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi. Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila volume darah lebih dari 60 cc maka resiko kematian sebesar 93 % pada perdarahan dalam dan 71 % pada perdarahan lobar. Sedangkan bila terjadi perdarahan serebelar dengan volume antara 30-60 cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75 % tetapi volume darah 5 cc dan terdapat di pons sudah berakibat fatal. (Jusuf Misbach, 1999)
4 Dampak masalah
a Pada individu
1) Gangguan perfusi jaringan otak
Akibat adanya sumbatan pembuluh darah otak, perdarahan otak, vasospasme serebral, edema otak
2) Gangguan mobilitas fisik
Terjadi karena adanya kelemahan, kelumpuhan dan menurunnya persepsi / kognitif
3) Gangguan komunikasi verbal
Akibat menurunnya/ terhambatnya sirkulasi serebral, kerusakan neuromuskuler, kelemahan otot wajah
4) Gangguan nutrisi
Akibat adanya kesulitan menelan, kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, nafsu makan yang menurun
5) Gangguan eliminasi uri dan alvi
Dapat terjadi akibat klien tidak sadar, dehidrasi, imobilisasi dan hilangnya kontrol miksi
6) Ketidakmampuan perawatan diri
Akibat adanya kelemahan pada salah satu sisi tubuh, kehilangan koordinasi / kontrol otot, menurunnya persepsi kognitif.
7) Gangguan psikologis
Dapat berupa emosi labil, mudah marah, kehilangan kontrol diri, ketakutan, perasaan tidak berdaya dan putus asa.
8) Gangguan penglihatan
Dapat terjadi karena penurunan ketajaman penglihatan dan gangguan lapang pandang.
b Pada keluarga
1) Terjadi kecemasan
2) Masalah biaya
3) Gangguan dalam pekerjaan
B. Asuhan Keperawatan
1 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan untuk mengenal masalah klien, agar dapat memberi arah kepada tindakan keperawatan. Tahap pengkajian terdiri dari tiga kegiatan, yaitu pengumpulan data, pengelompokkan data dan perumusan diagnosis keperawatan. (Lismidar, 1990)
a Pengumpulan data
Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi tentang status kesehatan klien yang menyeluruh mengenai fisik, psikologis, sosial budaya, spiritual, kognitif, tingkat perkembangan, status ekonomi, kemampuan fungsi dan gaya hidup klien. (Marilynn E. Doenges et al, 1998)
1) Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnose medis.
2) Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi. (Jusuf Misbach, 1999)
3) Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain. (Siti Rochani, 2000)
4) Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan. (Donna D. Ignativicius, 1995)
5) Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes militus. (Hendro Susilo, 2000)
6) Riwayat psikososial
Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga.
7) Pola-pola fungsi kesehatan
a) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol, penggunaan obat kontrasepsi oral.
b) Pola nutrisi dan metabolisme
Adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut.
c) Pola eliminasi
Biasanya terjadi inkontinensia urine dan pada pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
d) Pola aktivitas dan latihan
Adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah
e) Pola tidur dan istirahat
Biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang otot/nyeri otot
f) Pola hubungan dan peran
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara.
g) Pola persepsi dan konsep diri
Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak kooperatif.
h) Pola sensori dan kognitif
Pada pola sensori klien mengalami gangguan penglihatan/kekaburan pandangan, perabaan/sentuhan menurun pada muka dan ekstremitas yang sakit. Pada pola kognitif biasanya terjadi penurunan memori dan proses berpikir.
i) Pola reproduksi seksual
Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa pengobatan stroke, seperti obat anti kejang, anti hipertensi, antagonis histamin.
j) Pola penanggulangan stress
Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi.
k) Pola tata nilai dan kepercayaan
Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku yang tidak stabil, kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
8) Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum
(1) Kesadaran : umumnya mengelami penurunan kesadaran
(2) Suara bicara : kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara
(3) Tanda-tanda vital : tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi
b) Pemeriksaan integumen
(1) Kulit : jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien CVA Bleeding harus bed rest 2-3 minggu
(2) Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis
(3) Rambut : umumnya tidak ada kelainan
c) Pemeriksaan kepala dan leher
(1) Kepala : bentuk normocephalik
(2) Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi
(3) Leher : kaku kuduk jarang terjadi (Satyanegara, 1998)
d) Pemeriksaan dada
Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat penurunan refleks batuk dan menelan.
e) Pemeriksaan abdomen
Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan kadang terdapat kembung.
f) Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine
g) Pemeriksaan ekstremitas
Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
h) Pemeriksaan neurologi
(1) Pemeriksaan nervus cranialis
Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII central.
(2) Pemeriksaan motorik
Hampir selalu terjadi kelumpuhan/kelemahan pada salah satu sisi tubuh.
(3) Pemeriksaan sensorik
Dapat terjadi hemihipestesi.
(4) Pemeriksaan refleks
Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahuli dengan refleks patologis.(Jusuf Misbach, 1999)
9) Pemeriksaan penunjang
a) Pemeriksaan radiologi
(1) CT scan : didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak. (Linardi Widjaja, 1993)
(2) MRI : untuk menunjukkan area yang mengalami hemoragik. (Marilynn E. Doenges, 2000)
(3) Angiografi serebral : untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskuler. (Satyanegara, 1998)
(4) Pemeriksaan foto thorax : dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada penderita stroke. (Jusuf Misbach, 1999)
b) Pemeriksaan laboratorium
(1) Pungsi lumbal : pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama. (Satyanegara, 1998)
(2) Pemeriksaan darah rutin
(3) Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah dapat mencapai 250 mg dalajm serum dan kemudian berangsur-angsur turun kembali. (Jusuf Misbach, 1999)
(4) Pemeriksaan darah lengkap : unutk mencari kelainan pada darah itu sendiri. (Linardi Widjaja, 1993)
b Analisa data
Analisa data merupakan kegiatan intelektual yang meliputi kegiatan mentabulasi, mengklasifikasi, mengelompokkan, mengkaitkan data dan akhirnya menarik kesimpulan.
c Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan merupaka suatu pernyataan dari masalah pasien yang nyata ataupun potensial dan membutuhkan tindakan keperawatan sehingga masalah pasien dapat ditanggulangi atau dikurangi. (Lismidar, 1990)
1) Gangguan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan intracerebral. (Marilynn E. Doenges, 2000)
2) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplagia (Donna D. Ignativicius, 1995)
3) Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan sensori, penurunan penglihatan ( Donna D. Ignativicius, 1995)
4) Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi darah otak (Donna D. Ignativicius, 1995)
5) Gangguan eliminasi alvi(konstipasi) berhubungan dengan imobilisasi, intake cairan yang tidak adekuat (Donna D. Ignativicius, 1995)
6) Resiko gangguan nutrisi berhubungan dengan kelemahan otot mengunyah dan menelan ( Barbara Engram, 1998)
7) Kurangnya pemenuhan perawatan diri yang berhubungan dengan hemiparese/hemiplegi (Donna D. Ignativicius, 1995)
8) Resiko gangguan integritas kulit yang berhubungan tirah baring lama (Barbara Engram, 1998)
9) Resiko ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan penurunan refleks batuk dan menelan.(Lynda Juall Carpenito, 1998)
10) Gangguan eliminasi uri (inkontinensia uri) yang berhubungan dengan lesi pada upper motor neuron (Lynda Juall Carpenito, 1998)
2 Perencanaan
Setelah merumuskan diagnosa keperawatan maka perlu dibuat perencanaan intervensi keperawatan dan aktivitas keperawatan. Tujuan perencanaan adalah untuk mengurangi, menghilangkan dan mencegah masalah keperawatan klien. Tahapan perencanaan keperawatan klien adalah penentuan prioritas diagnosa keperawatan,penetuan tujuan, penetapan kriteria hasil dan menntukan intervensi keperawatan.
Rencana keperawatan dari diagnosa keperawatan diatas adalah :
a Gangguan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan intra cerebral
1) Tujuan :
Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal
2) Kriteria hasil :
- Klien tidak gelisah
- Tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang.
- GCS 456
- Pupil isokor, reflek cahaya (+)
- Tanda-tanda vital normal(nadi : 60-100 kali permenit, suhu: 36-36,7 C, pernafasan 16-20 kali permenit)
3) Rencana tindakan
a) Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab-sebab peningkatan TIK dan akibatnya
b) Anjurkan kepada klien untuk bed rest totat
c) Observasi dan catat tanda-tanda vital dan kelain tekanan intrakranial tiap dua jam
d) Berikan posisi kepala lebib tinggi 15-30 dengan letak jantung (beri bantal tipis)
e) Anjurkan klien untuk menghindari batukdan mengejan berlebihan
f) Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung
g) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat neuroprotektor
4) Rasional
a) Keluarga lebih berpartisipasi dalam proses penyembuhan
b) Untuk mencegah perdarahan ulang
c) Mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada klien secara dini dan untuk penetapan tindakan yang tepat
d) Mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan draimage vena dan memperbaiki sirkulasi serebral
e) Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan intra kranial dan potensial terjadi perdarahan ulang
f) Rangsangan aktivitas yang meningkat dapat meningkatkan kenaikan TIK. Istirahat total dan ketenagngan mingkin diperlukan untuk pencegahan terhadap perdarahan dalam kasus stroke hemoragik / perdarahan lainnya
g) Memperbaiki sel yang masih viabel
b Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplegia
1) Tujuan :
Klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya
2) Kriteria hasil
- Tidak terjadi kontraktur sendi
- Bertabahnya kekuatan otot
- Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas
3) Rencana tindakan
a) Ubah posisi klien tiap 2 jam
b) Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstrimitas yang tidak sakit
c) Lakukan gerak pasif pada ekstrimitas yang sakit
d) Berikan papan kaki pada ekstrimitas dalam posisi fungsionalnya
e) Tinggikan kepala dan tangan
f) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuklatihan fisik klien
4) Rasional
a) Menurunkan resiko terjadinnya iskemia jaringan akibat sirkulasi darah yang jelek pada daerah yang tertekan
b) Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot serta memperbaiki fungsi jantung dan pernapasan
c) Otot volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak dilatih untuk digerakkan
c Gangguan persepsi sensori baerhubungan dengan penurunan sensori penurunan penglihatan
1) Tujuan :
Meningkatnya persepsi sensorik secara optimal.
2) Kriteria hasil :
- Adanya perubahan kemampuan yang nyata
- Tidak terjadi disorientasi waktu, tempat, orang
3) Rencana tindakan
a) Tentukan kondisi patologis klien
b) Kaji gangguan penglihatan terhadap perubahan persepsi
c) Latih klien untuk melihat suatu obyek dengan telaten dan seksama
d) Observasi respon perilaku klien, seperti menangis, bahagia, bermusuhan, halusinasi setiap saat
e) Berbicaralah dengan klien secara tenang dan gunakan kalimat-kalimat pendek
4) Rasional
a) Untuk mengetahui tipe dan lokasi yang mengalami gangguan, sebagai penetapan rencana tindakan
b) Untuk mempelajari kendala yang berhubungan dengan disorientasi klien
c) Agar klien tidak kebingungan dan lebih konsentrasi
d) Untuk mengetahui keadaan emosi klien
e) Untuk memfokuskan perhatian klien, sehingga setiap masalah dapat dimengerti.
d Gangguan komunikasi verbal yang berhubungan dengan penurunan sirkulasi darah otak
1) Tujuan
Proses komunikasi klien dapat berfungsi secara optimal
2) Kriteria hasil
- Terciptanya suatu komunikasi dimana kebutuhan klien dapat dipenuhi
- Klien mampu merespon setiap berkomunikasi secara verbal maupun isarat
3) Rencana tindakan
a) Berikan metode alternatif komunikasi, misal dengan bahasa isarat
b) Antisipasi setiap kebutuhan klien saat berkomunikasi
c) Bicaralah dengan klien secara pelan dan gunakan pertanyaan yang jawabannya “ya” atau “tidak”
d) Anjurkan kepada keluarga untuk tetap berkomunikasi dengan klien
e) Hargai kemampuan klien dalam berkomunikasi
f) Kolaborasi dengan fisioterapis untuk latihan wicara
4) Rasional
a) Memenuhi kebutuhan komunikasi sesuai dengan kemampuan klien
b) Mencegah rasa putus asa dan ketergantungan pada orang lain
c) Mengurangi kecemasan dan kebingungan pada saat komunikasi
d) Mengurangi isolasi sosial dan meningkatkan komunikasi yang efektif
e) Memberi semangat pada klien agar lebih sering melakukan komunikasi
f) Melatih klien belajar bicara secara mandiri dengan baik dan benar
e Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan hemiparese/hemiplegi
1) Tujuan
Kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi
2) Kriteria hasil
- Klien dapat melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan kemampuan klien
- Klien dapat mengidentifikasi sumber pribadi/komunitas untuk memberikan bantuan sesuai kebutuhan
3) Rencana tindakan
a) Tentukan kemampuan dan tingkat kekurangan dalam melakukan perawatan diri
b) Beri motivasi kepada klien untuk tetap melakukan aktivitas dan beri bantuan dengan sikap sungguh
c) Hindari melakukan sesuatu untuk klien yang dapat dilakukan klien sendiri, tetapi berikan bantuan sesuai kebutuhan
d) Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang dilakukannya atau keberhasilannya
e) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi/okupasi
4) Rasional
a) Membantu dalam mengantisipasi/merencanakan pemenuhan kebutuhan secara individual
b) Meningkatkan harga diri dan semangat untuk berusaha terus-menerus
c) Klien mungkin menjadi sangat ketakutan dan sangat tergantung dan meskipun bantuan yang diberikan bermanfaat dalam mencegah frustasi, adalah penting bagi klien untuk melakukan sebanyak mungkin untuk diri-sendiri untuk emepertahankan harga diri dan meningkatkan pemulihan
d) Meningkatkan perasaan makna diri dan kemandirian serta mendorong klien untuk berusaha secara kontinyu
e) Memberikan bantuan yang mantap untuk mengembangkan rencana terapi dan mengidentifikasi kebutuhan alat penyokong khusus
f Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelemahan otot mengunyah dan menelan
1) Tujuan
Tidak terjadi gangguan nutrisi
2) Kriteria hasil
- Berat badan dapat dipertahankan/ditingkatkan
- Hb dan albumin dalam batas normal
3) Rencana tindakan
a) Tentukan kemampuan klien dalam mengunyah, menelan dan reflek batuk
b) Letakkan posisi kepala lebih tinggi pada waktu, seama dan sesudah makan
c) Stimulasi bibir untuk menutup dan membuka mulut secara manual dengan menekan ringan diatas bibir/dibawah gagu jika dibutuhkan
d) Letakkan makanan pada daerah mulut yang tidak terganggu
e) Berikan makan dengan berlahan pada lingkungan yang tenang
f) Mulailah untuk memberikan makan peroral setengah cair, makan lunak ketika klien dapat menelan air
g) Anjurkan klien menggunakan sedotan meminum cairan
h) Anjurkan klien untuk berpartisipasidalam program latihan/kegiatan
i) Kolaborasi dengan tim dokter untuk memberikan ciran melalui iv atau makanan melalui selang
4) Rasional
a) Untuk menetapkan jenis makanan yang akan diberikan pada klien
b) Untuk klien lebih mudah untuk menelan karena gaya gravitasi
c) Membantu dalam melatih kembali sensori dan meningkatkan kontrol muskuler
d) Memberikan stimulasi sensori (termasuk rasa kecap) yang dapat mencetuskan usaha untuk menelan dan meningkatkan masukan
e) Klien dapat berkonsentrasi pada mekanisme makan tanpa adanya distraksi/gangguan dari luar
f) Makan lunak/cairan kental mudah untuk mengendalikannya didalam mulut, menurunkan terjadinya aspirasi
g) Menguatkan otot fasial dan dan otot menelan dan merunkan resiko terjadinya tersedak
h) Dapat meningkatkan pelepasan endorfin dalam otak yang meningkatkan nafsu makan
i) Mungkin diperlukan untuk memberikan cairan pengganti dan juga makanan jika klien tidak mampu untuk memasukkan segala sesuatu melalui mulut
g Gangguan eliminasi alvi (konstipasi) berhubngan dengan imobilisasi, intake cairan yang tidak adekuat
1) Tujuan
Klien tidak mengalami kopnstipasi
2) Kriteria hasil
- Klien dapat defekasi secara spontan dan lancar tanpa menggunakan obat
- Konsistensifses lunak
- Tidak teraba masa pada kolon ( scibala )
- Bising usus normal ( 15-30 kali permenit )
3) Rencana tindakan
a) Berikan penjelasan pada klien dan keluarga tentang penyebab konstipasi
b) Auskultasi bising usus
c) Anjurkan pada klien untuk makan maknanan yang mengandung serat
d) Berikan intake cairan yang cukup (2 liter perhari) jika tidak ada kontraindikasi
e) Lakukan mobilisasi sesuai dengan keadaan klien
f) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian pelunak feses (laxatif, suppositoria, enema)
4) Rasional
a) Klien dan keluarga akan mengerti tentang penyebab obstipasi
b) Bising usu menandakan sifat aktivitas peristaltik
c) Diit seimbang tinggi kandungan serat merangsang peristaltik dan eliminasi reguler
d) Masukan cairan adekuat membantu mempertahankan konsistensi feses yang sesuai pada usus dan membantu eliminasi reguler
e) Aktivitas fisik reguler membantu eliminasi dengan memperbaiki tonus oto abdomen dan merangsang nafsu makan dan peristaltik
f) Pelunak feses meningkatkan efisiensi pembasahan air usus, yang melunakkan massa feses dan membantu eliminasi
h Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama
1) Tujuan
Klien mampu mempertahankan keutuhan kulit
2) Kriteria hasil
- Klien mau berpartisipasi terhadap pencegahan luka
- Klien mengetahui penyebab dan cara pencegahan luka
- Tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka
3) Rencana tindakan
a) Anjurkan untuk melakukan latihan ROM (range of motion) dan mobilisasi jika mungkin
b) Rubah posisi tiap 2 jam
c) Gunakan bantal air atau pengganjal yang lunak di bawah daerah-daerah yang menonjol
d) Lakukan massage pada daerah yang menonjol yang baru mengalami tekanan pada waktu berubah posisi
e) Observasi terhadap eritema dan kepucatan dan palpasi area sekitar terhadap kehangatan dan pelunakan jaringan tiap merubah posisi
f) Jaga kebersihan kulit dan seminimal mungkin hindari trauma, panas terhadap kulit
4) Rasional
a) Meningkatkan aliran darah kesemua daerah
b) Menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah
c) Menghindari tekanan yang berlebih pada daerah yang menonjol
d) Menghindari kerusakan-kerusakan kapiler-kapiler
e) Hangat dan pelunakan adalah tanda kerusakan jaringan
f) Mempertahankan keutuhan kulit
i Resiko terjadinya ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan menurunnya refleks batuk dan menelan, imobilisasi
1) Tujuan :
Jalan nafas tetap efektif.
2) Kriteria hasil :
- Klien tidak sesak nafas
- Tidak terdapat ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan
- Tidak retraksi otot bantu pernafasan
- Pernafasan teratur, RR 16-20 x per menit
3) Rencana tindakan :
a) Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang sebab dan akibat ketidakefektifan jalan nafas
b) Rubah posisi tiap 2 jam sekali
c) Berikan intake yang adekuat (2000 cc per hari)
d) Observasi pola dan frekuensi nafas
e) Auskultasi suara nafas
f) Lakukan fisioterapi nafas sesuai dengan keadaan umum klien
4) Rasional :
a) Klien dan keluarga mau berpartisipasi dalam mencegah terjadinya ketidakefektifan bersihan jalan nafas
b) Perubahan posisi dapat melepaskan sekret darim saluran pernafasan
c) Air yang cukup dapat mengencerkan sekret
d) Untuk mengetahui ada tidaknya ketidakefektifan jalan nafas
e) Untuk mengetahui adanya kelainan suara nafas
f) Agar dapat melepaskan sekret dan mengembangkan paru-paru
j Gangguan eliminasi uri (incontinensia uri) yang berhubungan dengan kehilangan tonus kandung kemih, kehilangan kontrol sfingter, hilangnya isarat berkemih.
1) Tujuan :
Klien mampu mengontrol eliminasi urinya
2) Kriteria hasil :
- Klien akan melaporkan penurunan atau hilangnya inkontinensia
- Tidak ada distensi bladder
3) Rencana tindakan :
a) Identifikasi pola berkemih dan kembangkan jadwal berkemih sering
b) Ajarkan untuk membatasi masukan cairan selama malam hari
c) Ajarkan teknik untuk mencetuskan refleks berkemih (rangsangan kutaneus dengan penepukan suprapubik, manuver regangan anal)
d) Bila masih terjadi inkontinensia, kurangi waktu antara berkemih pada jadwal yang telah direncanakan
e) Berikan penjelasan tentang pentingnya hidrasi optimal (sedikitnya 2000 cc per hari bila tidak ada kontraindikasi)
4) Rasional :
a) Berkemih yang sering dapat mengurangi dorongan dari distensi kandung kemih yang berlebih
b) Pembatasan cairan pada malam hari dapat membantu mencegah enuresis
c) Untuk melatih dan membantu pengosongan kandung kemih
d) Kapasitas kandung kemih mungkin tidak cukup untuk menampung volume urine sehingga memerlukanuntuk lebih sering berkemih
e) Hidrasi optimal diperlukan untuk mencegah infeksi saluran perkemihan dan batu ginjal.
3 Pelaksanaan
Pelaksanaan asuhan keperawatan ini merupakan realisasi dari rencana tindakan keperawatan yang diberikan pada klien.
4 Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah akhir dalam proses keperawatan. Evaluasi adalah kegiatan yang di sengaja dan terus-menerus dengan melibatkan klien, perawat, dan anggota tim kesehatan lainnya. Dalam hal ini diperlukan pengetahuan tentang kesehatan, patofisiologi, dan strategi evaluasi. Tujuan evaluasi adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana keperawatan tercapai atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang. (Lismidar, 1990)
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Wendra, 1999, Petunjuk Praktis Rehabilitasi Penderita Stroke, Bagian Neurologi FKUI /RSCM,UCB Pharma Indonesia, Jakarta.
Carpenito, Lynda Juall, 2000, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC, Jakarta.
Doenges, M.E.,Moorhouse M.F.,Geissler A.C., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, EGC, Jakarta.
Engram, Barbara, 1998, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, Volume 3, EGC, Jakarta.
Harsono, 1996, Buku Ajar Neurologi Klinis, Edisi 1, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Harsono, 2000, Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Hudak C.M.,Gallo B.M.,1996, Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik, Edisi VI, Volume II, EGC, Jakarta.
Ignatavicius D.D., Bayne M.V., 1991, Medical Surgical Nursing, A Nursing Process Approach, An HBJ International Edition, W.B. Saunders Company, Philadelphia.
Islam, Mohammad Saiful, 1998, Stroke : Diagnosis Dan Penatalaksanaannya, Lab/SMF Ilmu Penyakit Saraf, FK Unair/RSUD Dr. Soetomo, Surabaya.
Mardjono M., Sidharta P., 1981, Neurologi Klinis Dasar, PT Dian Rakyat, Jakarta.
Price S.A., Wilson L.M., 1995, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 4, Buku II, EGC, Jakarta.
Rochani, Siti, 2000, Simposium Nasional Keperawatan Perhimpunan Perawat Bedah Saraf Indonesia, Surabaya.
Satyanegara, 1998, Ilmu Bedah Saraf, Edisi Ketiga, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Susilo, Hendro, 2000, Simposium Stroke, Patofisiologi Dan Penanganan Stroke, Suatu Pendekatan Baru Millenium III, Bangkalan.
Widjaja, Linardi, 1993, Patofisiologi dan Penatalaksanaan Stroke, Lab/UPF Ilmu Penyakit Saraf, FK Unair/RSUD Dr. Soetomo, Surabaya.
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler. (Hendro Susilo, 2000)
Perdarahan intracerebral adalah disfungsi neurologi fokal yang akut dan disebabkan oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan olek karena trauma kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena dan kapiler. (UPF, 1994)
2 Anatomi fisiologi
a Otak
Berat otak manusia sekitar 1400 gram dan tersusun oleh kurang lebih 100 triliun neuron. Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu serebrum (otak besar), serebelum (otak kecil), brainstem (batang otak), dan diensefalon. (Satyanegara, 1998)
Serebrum terdiri dari dua hemisfer serebri, korpus kolosum dan korteks serebri. Masing-masing hemisfer serebri terdiri dari lobus frontalis yang merupakan area motorik primer yang bertanggung jawab untuk gerakan-gerakan voluntar, lobur parietalis yang berperanan pada kegiatan memproses dan mengintegrasi informasi sensorik yang lebih tinggi tingkatnya, lobus temporalis yang merupakan area sensorik untuk impuls pendengaran dan lobus oksipitalis yang mengandung korteks penglihatan primer, menerima informasi penglihatan dan menyadari sensasi warna.
Serebelum terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh duramater yang menyerupai atap tenda yaitu tentorium, yang memisahkannya dari bagian posterior serebrum. Fungsi utamanya adalah sebagai pusat refleks yang mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot, serta mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk mempertahankan keseimbangan sikap tubuh.
Bagian-bagian batang otak dari bawak ke atas adalah medula oblongata, pons dan mesensefalon (otak tengah). Medula oblongata merupakan pusat refleks yang penting untuk jantung, vasokonstriktor, pernafasan, bersin, batuk, menelan, pengeluaran air liur dan muntah. Pons merupakan mata rantai penghubung yang penting pada jaras kortikosereberalis yang menyatukan hemisfer serebri dan serebelum. Mesensefalon merupakan bagian pendek dari batang otak yang berisi aquedikus sylvius, beberapa traktus serabut saraf asenden dan desenden dan pusat stimulus saraf pendengaran dan penglihatan.
Diensefalon di bagi empat wilayah yaitu talamus, subtalamus, epitalamus dan hipotalamus. Talamus merupakan stasiun penerima dan pengintegrasi subkortikal yang penting. Subtalamus fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi pada subtalamus akan menimbulkan hemibalismus yang ditandai dengan gerakan kaki atau tangan yang terhempas kuat pada satu sisi tubuh. Epitalamus berperanan pada beberapa dorongan emosi dasar seseorang. Hipotalamus berkaitan dengan pengaturan rangsangan dari sistem susunan saraf otonom perifer yang menyertai ekspresi tingkah dan emosi. (Sylvia A. Price, 1995)
b Sirkulasi darah otak
Otak menerima 17 % curah jantung dan menggunakan 20 % konsumsi oksigen total tubuh manusia untuk metabolisme aerobiknya. Otak diperdarahi oleh dua pasang arteri yaitu arteri karotis interna dan arteri vertebralis. Da dalam rongga kranium, keempat arteri ini saling berhubungan dan membentuk sistem anastomosis, yaitu sirkulus Willisi.(Satyanegara, 1998)
Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteria karotis komunis kira-kira setinggi rawan tiroidea. Arteri karotis interna masuk ke dalam tengkorak dan bercabang kira-kira setinggi kiasma optikum, menjadi arteri serebri anterior dan media. Arteri serebri anterior memberi suplai darah pada struktur-struktur seperti nukleus kaudatus dan putamen basal ganglia, kapsula interna, korpus kolosum dan bagian-bagian (terutama medial) lobus frontalis dan parietalis serebri, termasuk korteks somestetik dan korteks motorik. Arteri serebri media mensuplai darah untuk lobus temporalis, parietalis dan frontalis korteks serebri.
Arteria vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi yang sama. Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum, setinggi perbatasan pons dan medula oblongata. Kedua arteri ini bersatu membentuk arteri basilaris, arteri basilaris terus berjalan sampai setinggi otak tengah, dan di sini bercabang menjadi dua membentuk sepasang arteri serebri posterior. Cabang-cabang sistem vertebrobasilaris ini jmemperdarahi medula oblongata, pons, serebelum, otak tengah dan sebagian diensefalon. Arteri serebri posterior dan cabang-cabangnya memperdarahi sebagian diensefalon, sebagian lobus oksipitalis dan temporalis, aparatus koklearis dan organ-organ vestibular. (Sylvia A. Price, 1995)
Darah di dalam jaringan kapiler otak akan dialirkan melalui venula-venula (yang tidak mempunyai nama) ke vena serta di drainase ke sinus duramatris. Dari sinus, melalui vena emisaria akan dialirkan ke vena-vena ekstrakranial. (Satyanegara, 1998)
3 Patofisiologi
Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh arteriola yang berdiameter 100-400 mcmeter mengalami perubahan patologik pada dinding pembuluh darah tersebut berupa hipohialinosis, nekrosis fibrinoid serta timbulnya aneurisma tipe Bouchard. Arteriol-arteriol dari cabang-cabang lentikulostriata, cabang tembus arteriotalamus dan cabang-cabang paramedian arteria vertebro-basilar mengalami perubahan-perubahan degeneratif yang sama. Kenaikan darah yang “abrupt” atau kenaikan dalam jumlah yang secara mencolok dapat menginduksi pecahnya pembuluh darah terutama pada pagi hari dan sore hari.
Jika pembuluh darah tersebut pecah, maka perdarahan dapat berlanjut sampai dengan 6 jam dan jika volumenya besarakan merusak struktur anatomi otak dan menimbulkan gejala klinik.
Jika perdarahan yang timbul kecil ukurannya, maka massa darah hanya dapat merasuk dan menyela di antara selaput akson massa putih tanpa merusaknya. Pada keadaan ini absorbsi darah akan diikutioleh pulihnya fungsi-fungsi neurologi. Sedangkan pada perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peninggian tekanan intrakranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falk serebri atau lewat foramen magnum.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus dan pons.
Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak akan mengakibatkan peningian tekanan intrakranial dan mentebabkan menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunya drainase otak.
Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di daerah yang terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi. Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila volume darah lebih dari 60 cc maka resiko kematian sebesar 93 % pada perdarahan dalam dan 71 % pada perdarahan lobar. Sedangkan bila terjadi perdarahan serebelar dengan volume antara 30-60 cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75 % tetapi volume darah 5 cc dan terdapat di pons sudah berakibat fatal. (Jusuf Misbach, 1999)
4 Dampak masalah
a Pada individu
1) Gangguan perfusi jaringan otak
Akibat adanya sumbatan pembuluh darah otak, perdarahan otak, vasospasme serebral, edema otak
2) Gangguan mobilitas fisik
Terjadi karena adanya kelemahan, kelumpuhan dan menurunnya persepsi / kognitif
3) Gangguan komunikasi verbal
Akibat menurunnya/ terhambatnya sirkulasi serebral, kerusakan neuromuskuler, kelemahan otot wajah
4) Gangguan nutrisi
Akibat adanya kesulitan menelan, kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, nafsu makan yang menurun
5) Gangguan eliminasi uri dan alvi
Dapat terjadi akibat klien tidak sadar, dehidrasi, imobilisasi dan hilangnya kontrol miksi
6) Ketidakmampuan perawatan diri
Akibat adanya kelemahan pada salah satu sisi tubuh, kehilangan koordinasi / kontrol otot, menurunnya persepsi kognitif.
7) Gangguan psikologis
Dapat berupa emosi labil, mudah marah, kehilangan kontrol diri, ketakutan, perasaan tidak berdaya dan putus asa.
8) Gangguan penglihatan
Dapat terjadi karena penurunan ketajaman penglihatan dan gangguan lapang pandang.
b Pada keluarga
1) Terjadi kecemasan
2) Masalah biaya
3) Gangguan dalam pekerjaan
B. Asuhan Keperawatan
1 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan untuk mengenal masalah klien, agar dapat memberi arah kepada tindakan keperawatan. Tahap pengkajian terdiri dari tiga kegiatan, yaitu pengumpulan data, pengelompokkan data dan perumusan diagnosis keperawatan. (Lismidar, 1990)
a Pengumpulan data
Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi tentang status kesehatan klien yang menyeluruh mengenai fisik, psikologis, sosial budaya, spiritual, kognitif, tingkat perkembangan, status ekonomi, kemampuan fungsi dan gaya hidup klien. (Marilynn E. Doenges et al, 1998)
1) Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnose medis.
2) Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi. (Jusuf Misbach, 1999)
3) Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain. (Siti Rochani, 2000)
4) Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan. (Donna D. Ignativicius, 1995)
5) Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes militus. (Hendro Susilo, 2000)
6) Riwayat psikososial
Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga.
7) Pola-pola fungsi kesehatan
a) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol, penggunaan obat kontrasepsi oral.
b) Pola nutrisi dan metabolisme
Adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut.
c) Pola eliminasi
Biasanya terjadi inkontinensia urine dan pada pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
d) Pola aktivitas dan latihan
Adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah
e) Pola tidur dan istirahat
Biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang otot/nyeri otot
f) Pola hubungan dan peran
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara.
g) Pola persepsi dan konsep diri
Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak kooperatif.
h) Pola sensori dan kognitif
Pada pola sensori klien mengalami gangguan penglihatan/kekaburan pandangan, perabaan/sentuhan menurun pada muka dan ekstremitas yang sakit. Pada pola kognitif biasanya terjadi penurunan memori dan proses berpikir.
i) Pola reproduksi seksual
Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa pengobatan stroke, seperti obat anti kejang, anti hipertensi, antagonis histamin.
j) Pola penanggulangan stress
Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi.
k) Pola tata nilai dan kepercayaan
Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku yang tidak stabil, kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
8) Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum
(1) Kesadaran : umumnya mengelami penurunan kesadaran
(2) Suara bicara : kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara
(3) Tanda-tanda vital : tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi
b) Pemeriksaan integumen
(1) Kulit : jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien CVA Bleeding harus bed rest 2-3 minggu
(2) Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis
(3) Rambut : umumnya tidak ada kelainan
c) Pemeriksaan kepala dan leher
(1) Kepala : bentuk normocephalik
(2) Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi
(3) Leher : kaku kuduk jarang terjadi (Satyanegara, 1998)
d) Pemeriksaan dada
Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat penurunan refleks batuk dan menelan.
e) Pemeriksaan abdomen
Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan kadang terdapat kembung.
f) Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine
g) Pemeriksaan ekstremitas
Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
h) Pemeriksaan neurologi
(1) Pemeriksaan nervus cranialis
Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII central.
(2) Pemeriksaan motorik
Hampir selalu terjadi kelumpuhan/kelemahan pada salah satu sisi tubuh.
(3) Pemeriksaan sensorik
Dapat terjadi hemihipestesi.
(4) Pemeriksaan refleks
Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahuli dengan refleks patologis.(Jusuf Misbach, 1999)
9) Pemeriksaan penunjang
a) Pemeriksaan radiologi
(1) CT scan : didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak. (Linardi Widjaja, 1993)
(2) MRI : untuk menunjukkan area yang mengalami hemoragik. (Marilynn E. Doenges, 2000)
(3) Angiografi serebral : untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskuler. (Satyanegara, 1998)
(4) Pemeriksaan foto thorax : dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada penderita stroke. (Jusuf Misbach, 1999)
b) Pemeriksaan laboratorium
(1) Pungsi lumbal : pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama. (Satyanegara, 1998)
(2) Pemeriksaan darah rutin
(3) Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah dapat mencapai 250 mg dalajm serum dan kemudian berangsur-angsur turun kembali. (Jusuf Misbach, 1999)
(4) Pemeriksaan darah lengkap : unutk mencari kelainan pada darah itu sendiri. (Linardi Widjaja, 1993)
b Analisa data
Analisa data merupakan kegiatan intelektual yang meliputi kegiatan mentabulasi, mengklasifikasi, mengelompokkan, mengkaitkan data dan akhirnya menarik kesimpulan.
c Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan merupaka suatu pernyataan dari masalah pasien yang nyata ataupun potensial dan membutuhkan tindakan keperawatan sehingga masalah pasien dapat ditanggulangi atau dikurangi. (Lismidar, 1990)
1) Gangguan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan intracerebral. (Marilynn E. Doenges, 2000)
2) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplagia (Donna D. Ignativicius, 1995)
3) Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan sensori, penurunan penglihatan ( Donna D. Ignativicius, 1995)
4) Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi darah otak (Donna D. Ignativicius, 1995)
5) Gangguan eliminasi alvi(konstipasi) berhubungan dengan imobilisasi, intake cairan yang tidak adekuat (Donna D. Ignativicius, 1995)
6) Resiko gangguan nutrisi berhubungan dengan kelemahan otot mengunyah dan menelan ( Barbara Engram, 1998)
7) Kurangnya pemenuhan perawatan diri yang berhubungan dengan hemiparese/hemiplegi (Donna D. Ignativicius, 1995)
8) Resiko gangguan integritas kulit yang berhubungan tirah baring lama (Barbara Engram, 1998)
9) Resiko ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan penurunan refleks batuk dan menelan.(Lynda Juall Carpenito, 1998)
10) Gangguan eliminasi uri (inkontinensia uri) yang berhubungan dengan lesi pada upper motor neuron (Lynda Juall Carpenito, 1998)
2 Perencanaan
Setelah merumuskan diagnosa keperawatan maka perlu dibuat perencanaan intervensi keperawatan dan aktivitas keperawatan. Tujuan perencanaan adalah untuk mengurangi, menghilangkan dan mencegah masalah keperawatan klien. Tahapan perencanaan keperawatan klien adalah penentuan prioritas diagnosa keperawatan,penetuan tujuan, penetapan kriteria hasil dan menntukan intervensi keperawatan.
Rencana keperawatan dari diagnosa keperawatan diatas adalah :
a Gangguan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan intra cerebral
1) Tujuan :
Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal
2) Kriteria hasil :
- Klien tidak gelisah
- Tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang.
- GCS 456
- Pupil isokor, reflek cahaya (+)
- Tanda-tanda vital normal(nadi : 60-100 kali permenit, suhu: 36-36,7 C, pernafasan 16-20 kali permenit)
3) Rencana tindakan
a) Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab-sebab peningkatan TIK dan akibatnya
b) Anjurkan kepada klien untuk bed rest totat
c) Observasi dan catat tanda-tanda vital dan kelain tekanan intrakranial tiap dua jam
d) Berikan posisi kepala lebib tinggi 15-30 dengan letak jantung (beri bantal tipis)
e) Anjurkan klien untuk menghindari batukdan mengejan berlebihan
f) Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung
g) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat neuroprotektor
4) Rasional
a) Keluarga lebih berpartisipasi dalam proses penyembuhan
b) Untuk mencegah perdarahan ulang
c) Mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada klien secara dini dan untuk penetapan tindakan yang tepat
d) Mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan draimage vena dan memperbaiki sirkulasi serebral
e) Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan intra kranial dan potensial terjadi perdarahan ulang
f) Rangsangan aktivitas yang meningkat dapat meningkatkan kenaikan TIK. Istirahat total dan ketenagngan mingkin diperlukan untuk pencegahan terhadap perdarahan dalam kasus stroke hemoragik / perdarahan lainnya
g) Memperbaiki sel yang masih viabel
b Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplegia
1) Tujuan :
Klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya
2) Kriteria hasil
- Tidak terjadi kontraktur sendi
- Bertabahnya kekuatan otot
- Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas
3) Rencana tindakan
a) Ubah posisi klien tiap 2 jam
b) Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstrimitas yang tidak sakit
c) Lakukan gerak pasif pada ekstrimitas yang sakit
d) Berikan papan kaki pada ekstrimitas dalam posisi fungsionalnya
e) Tinggikan kepala dan tangan
f) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuklatihan fisik klien
4) Rasional
a) Menurunkan resiko terjadinnya iskemia jaringan akibat sirkulasi darah yang jelek pada daerah yang tertekan
b) Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot serta memperbaiki fungsi jantung dan pernapasan
c) Otot volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak dilatih untuk digerakkan
c Gangguan persepsi sensori baerhubungan dengan penurunan sensori penurunan penglihatan
1) Tujuan :
Meningkatnya persepsi sensorik secara optimal.
2) Kriteria hasil :
- Adanya perubahan kemampuan yang nyata
- Tidak terjadi disorientasi waktu, tempat, orang
3) Rencana tindakan
a) Tentukan kondisi patologis klien
b) Kaji gangguan penglihatan terhadap perubahan persepsi
c) Latih klien untuk melihat suatu obyek dengan telaten dan seksama
d) Observasi respon perilaku klien, seperti menangis, bahagia, bermusuhan, halusinasi setiap saat
e) Berbicaralah dengan klien secara tenang dan gunakan kalimat-kalimat pendek
4) Rasional
a) Untuk mengetahui tipe dan lokasi yang mengalami gangguan, sebagai penetapan rencana tindakan
b) Untuk mempelajari kendala yang berhubungan dengan disorientasi klien
c) Agar klien tidak kebingungan dan lebih konsentrasi
d) Untuk mengetahui keadaan emosi klien
e) Untuk memfokuskan perhatian klien, sehingga setiap masalah dapat dimengerti.
d Gangguan komunikasi verbal yang berhubungan dengan penurunan sirkulasi darah otak
1) Tujuan
Proses komunikasi klien dapat berfungsi secara optimal
2) Kriteria hasil
- Terciptanya suatu komunikasi dimana kebutuhan klien dapat dipenuhi
- Klien mampu merespon setiap berkomunikasi secara verbal maupun isarat
3) Rencana tindakan
a) Berikan metode alternatif komunikasi, misal dengan bahasa isarat
b) Antisipasi setiap kebutuhan klien saat berkomunikasi
c) Bicaralah dengan klien secara pelan dan gunakan pertanyaan yang jawabannya “ya” atau “tidak”
d) Anjurkan kepada keluarga untuk tetap berkomunikasi dengan klien
e) Hargai kemampuan klien dalam berkomunikasi
f) Kolaborasi dengan fisioterapis untuk latihan wicara
4) Rasional
a) Memenuhi kebutuhan komunikasi sesuai dengan kemampuan klien
b) Mencegah rasa putus asa dan ketergantungan pada orang lain
c) Mengurangi kecemasan dan kebingungan pada saat komunikasi
d) Mengurangi isolasi sosial dan meningkatkan komunikasi yang efektif
e) Memberi semangat pada klien agar lebih sering melakukan komunikasi
f) Melatih klien belajar bicara secara mandiri dengan baik dan benar
e Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan hemiparese/hemiplegi
1) Tujuan
Kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi
2) Kriteria hasil
- Klien dapat melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan kemampuan klien
- Klien dapat mengidentifikasi sumber pribadi/komunitas untuk memberikan bantuan sesuai kebutuhan
3) Rencana tindakan
a) Tentukan kemampuan dan tingkat kekurangan dalam melakukan perawatan diri
b) Beri motivasi kepada klien untuk tetap melakukan aktivitas dan beri bantuan dengan sikap sungguh
c) Hindari melakukan sesuatu untuk klien yang dapat dilakukan klien sendiri, tetapi berikan bantuan sesuai kebutuhan
d) Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang dilakukannya atau keberhasilannya
e) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi/okupasi
4) Rasional
a) Membantu dalam mengantisipasi/merencanakan pemenuhan kebutuhan secara individual
b) Meningkatkan harga diri dan semangat untuk berusaha terus-menerus
c) Klien mungkin menjadi sangat ketakutan dan sangat tergantung dan meskipun bantuan yang diberikan bermanfaat dalam mencegah frustasi, adalah penting bagi klien untuk melakukan sebanyak mungkin untuk diri-sendiri untuk emepertahankan harga diri dan meningkatkan pemulihan
d) Meningkatkan perasaan makna diri dan kemandirian serta mendorong klien untuk berusaha secara kontinyu
e) Memberikan bantuan yang mantap untuk mengembangkan rencana terapi dan mengidentifikasi kebutuhan alat penyokong khusus
f Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelemahan otot mengunyah dan menelan
1) Tujuan
Tidak terjadi gangguan nutrisi
2) Kriteria hasil
- Berat badan dapat dipertahankan/ditingkatkan
- Hb dan albumin dalam batas normal
3) Rencana tindakan
a) Tentukan kemampuan klien dalam mengunyah, menelan dan reflek batuk
b) Letakkan posisi kepala lebih tinggi pada waktu, seama dan sesudah makan
c) Stimulasi bibir untuk menutup dan membuka mulut secara manual dengan menekan ringan diatas bibir/dibawah gagu jika dibutuhkan
d) Letakkan makanan pada daerah mulut yang tidak terganggu
e) Berikan makan dengan berlahan pada lingkungan yang tenang
f) Mulailah untuk memberikan makan peroral setengah cair, makan lunak ketika klien dapat menelan air
g) Anjurkan klien menggunakan sedotan meminum cairan
h) Anjurkan klien untuk berpartisipasidalam program latihan/kegiatan
i) Kolaborasi dengan tim dokter untuk memberikan ciran melalui iv atau makanan melalui selang
4) Rasional
a) Untuk menetapkan jenis makanan yang akan diberikan pada klien
b) Untuk klien lebih mudah untuk menelan karena gaya gravitasi
c) Membantu dalam melatih kembali sensori dan meningkatkan kontrol muskuler
d) Memberikan stimulasi sensori (termasuk rasa kecap) yang dapat mencetuskan usaha untuk menelan dan meningkatkan masukan
e) Klien dapat berkonsentrasi pada mekanisme makan tanpa adanya distraksi/gangguan dari luar
f) Makan lunak/cairan kental mudah untuk mengendalikannya didalam mulut, menurunkan terjadinya aspirasi
g) Menguatkan otot fasial dan dan otot menelan dan merunkan resiko terjadinya tersedak
h) Dapat meningkatkan pelepasan endorfin dalam otak yang meningkatkan nafsu makan
i) Mungkin diperlukan untuk memberikan cairan pengganti dan juga makanan jika klien tidak mampu untuk memasukkan segala sesuatu melalui mulut
g Gangguan eliminasi alvi (konstipasi) berhubngan dengan imobilisasi, intake cairan yang tidak adekuat
1) Tujuan
Klien tidak mengalami kopnstipasi
2) Kriteria hasil
- Klien dapat defekasi secara spontan dan lancar tanpa menggunakan obat
- Konsistensifses lunak
- Tidak teraba masa pada kolon ( scibala )
- Bising usus normal ( 15-30 kali permenit )
3) Rencana tindakan
a) Berikan penjelasan pada klien dan keluarga tentang penyebab konstipasi
b) Auskultasi bising usus
c) Anjurkan pada klien untuk makan maknanan yang mengandung serat
d) Berikan intake cairan yang cukup (2 liter perhari) jika tidak ada kontraindikasi
e) Lakukan mobilisasi sesuai dengan keadaan klien
f) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian pelunak feses (laxatif, suppositoria, enema)
4) Rasional
a) Klien dan keluarga akan mengerti tentang penyebab obstipasi
b) Bising usu menandakan sifat aktivitas peristaltik
c) Diit seimbang tinggi kandungan serat merangsang peristaltik dan eliminasi reguler
d) Masukan cairan adekuat membantu mempertahankan konsistensi feses yang sesuai pada usus dan membantu eliminasi reguler
e) Aktivitas fisik reguler membantu eliminasi dengan memperbaiki tonus oto abdomen dan merangsang nafsu makan dan peristaltik
f) Pelunak feses meningkatkan efisiensi pembasahan air usus, yang melunakkan massa feses dan membantu eliminasi
h Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama
1) Tujuan
Klien mampu mempertahankan keutuhan kulit
2) Kriteria hasil
- Klien mau berpartisipasi terhadap pencegahan luka
- Klien mengetahui penyebab dan cara pencegahan luka
- Tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka
3) Rencana tindakan
a) Anjurkan untuk melakukan latihan ROM (range of motion) dan mobilisasi jika mungkin
b) Rubah posisi tiap 2 jam
c) Gunakan bantal air atau pengganjal yang lunak di bawah daerah-daerah yang menonjol
d) Lakukan massage pada daerah yang menonjol yang baru mengalami tekanan pada waktu berubah posisi
e) Observasi terhadap eritema dan kepucatan dan palpasi area sekitar terhadap kehangatan dan pelunakan jaringan tiap merubah posisi
f) Jaga kebersihan kulit dan seminimal mungkin hindari trauma, panas terhadap kulit
4) Rasional
a) Meningkatkan aliran darah kesemua daerah
b) Menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah
c) Menghindari tekanan yang berlebih pada daerah yang menonjol
d) Menghindari kerusakan-kerusakan kapiler-kapiler
e) Hangat dan pelunakan adalah tanda kerusakan jaringan
f) Mempertahankan keutuhan kulit
i Resiko terjadinya ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan menurunnya refleks batuk dan menelan, imobilisasi
1) Tujuan :
Jalan nafas tetap efektif.
2) Kriteria hasil :
- Klien tidak sesak nafas
- Tidak terdapat ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan
- Tidak retraksi otot bantu pernafasan
- Pernafasan teratur, RR 16-20 x per menit
3) Rencana tindakan :
a) Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang sebab dan akibat ketidakefektifan jalan nafas
b) Rubah posisi tiap 2 jam sekali
c) Berikan intake yang adekuat (2000 cc per hari)
d) Observasi pola dan frekuensi nafas
e) Auskultasi suara nafas
f) Lakukan fisioterapi nafas sesuai dengan keadaan umum klien
4) Rasional :
a) Klien dan keluarga mau berpartisipasi dalam mencegah terjadinya ketidakefektifan bersihan jalan nafas
b) Perubahan posisi dapat melepaskan sekret darim saluran pernafasan
c) Air yang cukup dapat mengencerkan sekret
d) Untuk mengetahui ada tidaknya ketidakefektifan jalan nafas
e) Untuk mengetahui adanya kelainan suara nafas
f) Agar dapat melepaskan sekret dan mengembangkan paru-paru
j Gangguan eliminasi uri (incontinensia uri) yang berhubungan dengan kehilangan tonus kandung kemih, kehilangan kontrol sfingter, hilangnya isarat berkemih.
1) Tujuan :
Klien mampu mengontrol eliminasi urinya
2) Kriteria hasil :
- Klien akan melaporkan penurunan atau hilangnya inkontinensia
- Tidak ada distensi bladder
3) Rencana tindakan :
a) Identifikasi pola berkemih dan kembangkan jadwal berkemih sering
b) Ajarkan untuk membatasi masukan cairan selama malam hari
c) Ajarkan teknik untuk mencetuskan refleks berkemih (rangsangan kutaneus dengan penepukan suprapubik, manuver regangan anal)
d) Bila masih terjadi inkontinensia, kurangi waktu antara berkemih pada jadwal yang telah direncanakan
e) Berikan penjelasan tentang pentingnya hidrasi optimal (sedikitnya 2000 cc per hari bila tidak ada kontraindikasi)
4) Rasional :
a) Berkemih yang sering dapat mengurangi dorongan dari distensi kandung kemih yang berlebih
b) Pembatasan cairan pada malam hari dapat membantu mencegah enuresis
c) Untuk melatih dan membantu pengosongan kandung kemih
d) Kapasitas kandung kemih mungkin tidak cukup untuk menampung volume urine sehingga memerlukanuntuk lebih sering berkemih
e) Hidrasi optimal diperlukan untuk mencegah infeksi saluran perkemihan dan batu ginjal.
3 Pelaksanaan
Pelaksanaan asuhan keperawatan ini merupakan realisasi dari rencana tindakan keperawatan yang diberikan pada klien.
4 Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah akhir dalam proses keperawatan. Evaluasi adalah kegiatan yang di sengaja dan terus-menerus dengan melibatkan klien, perawat, dan anggota tim kesehatan lainnya. Dalam hal ini diperlukan pengetahuan tentang kesehatan, patofisiologi, dan strategi evaluasi. Tujuan evaluasi adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana keperawatan tercapai atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang. (Lismidar, 1990)
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Wendra, 1999, Petunjuk Praktis Rehabilitasi Penderita Stroke, Bagian Neurologi FKUI /RSCM,UCB Pharma Indonesia, Jakarta.
Carpenito, Lynda Juall, 2000, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC, Jakarta.
Doenges, M.E.,Moorhouse M.F.,Geissler A.C., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, EGC, Jakarta.
Engram, Barbara, 1998, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, Volume 3, EGC, Jakarta.
Harsono, 1996, Buku Ajar Neurologi Klinis, Edisi 1, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Harsono, 2000, Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Hudak C.M.,Gallo B.M.,1996, Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik, Edisi VI, Volume II, EGC, Jakarta.
Ignatavicius D.D., Bayne M.V., 1991, Medical Surgical Nursing, A Nursing Process Approach, An HBJ International Edition, W.B. Saunders Company, Philadelphia.
Islam, Mohammad Saiful, 1998, Stroke : Diagnosis Dan Penatalaksanaannya, Lab/SMF Ilmu Penyakit Saraf, FK Unair/RSUD Dr. Soetomo, Surabaya.
Mardjono M., Sidharta P., 1981, Neurologi Klinis Dasar, PT Dian Rakyat, Jakarta.
Price S.A., Wilson L.M., 1995, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 4, Buku II, EGC, Jakarta.
Rochani, Siti, 2000, Simposium Nasional Keperawatan Perhimpunan Perawat Bedah Saraf Indonesia, Surabaya.
Satyanegara, 1998, Ilmu Bedah Saraf, Edisi Ketiga, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Susilo, Hendro, 2000, Simposium Stroke, Patofisiologi Dan Penanganan Stroke, Suatu Pendekatan Baru Millenium III, Bangkalan.
Widjaja, Linardi, 1993, Patofisiologi dan Penatalaksanaan Stroke, Lab/UPF Ilmu Penyakit Saraf, FK Unair/RSUD Dr. Soetomo, Surabaya.
ASKEP HEPATITIS
08:49
DEFINISI
Hepatitis adalah merupakan inflamasi hati dapat terjadi karena invasi bakteri, cedera oleh agen fisik atau kimia (non-viral), atau infeksi virus (hepatitis A, B, C, D, E).
DESKRIPSI DAN PATOFISIOLOGI
Virus atau bakteri yang menginfeksi manusia masuk ke aliran darah dan terbawa sampai ke hati. di sini agen infeksi menetap dan mengakibatkan peradangan dan terjadi kerusakan sel-sel hati (hal ini dapat dilihat pada pemeriksaan SGO T dan SGPT). akibat kerusakan ini maka terjadi penurunan penyerapan dan konjugasii bilirubin sehingga terjadi disfungsi hepatosit dan mengakibatkan ikterik. peradangan ini akan mengakibatkan peningkatan suhu tubuh sehinga timbul gejala tidak nafsu makan (anoreksia). salah satu fungsi hati adalah sebagai penetralisir toksin, jika toksin yang masuk berlebihan atau tubuh mempunyai respon hipersensitivitas, maka hal ini merusak hati sendiri dengan berkurangnya fungsinya sebagai kelenjar terbesar sebagai penetral racun. Aktivitas yang berlebihan yang memerlukan energi secara cepat dapat menghasilkan H2O2 yang berdampak pada keracunan secara lambat dan juga merupakan hepatitis non-virus. H2O2 juga dihasilkan melalui pemasukan alkohol yang banyak dalam waktu yang relatif lama, ini biasanya terjadi pada alkoholik.
Peradangan yang terjadi mengakibatkan hiperpermea-bilitas sehingga terjadi pembesaran hati, dan hal ini dapat diketahui dengan meraba/palpasi hati. Nyeri tekan dapat terjadi pada saat gejala ikterik mulai nampak.
Hepatitis viral dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu kronik dan akut. Klasifikasi hepatitis viral akut dapat dibagi atas hepatitis akut viral yang khas, hepatitis yang tak khas (asimtomatik), hepatitis viral akut yang simtomatik, hepatitis viral anikterik dan hepatitis viral ikterik. Hepatitis virus kronik dapat diklasifikasikan dalam 3 kelompok yaitu hepatitis kronik persisten, hepatitis kronik lobular, dan hepatitis kronik aktif. hepatitis virus hepatitis A mempunyai masa inkubasi singkat/hepatitis infeksiosa, panas badan (pireksia) didapatkan paling sering pada hepatitis A. Hepatitis tipe B mempunyai masa inkubasi lama atau disebut dengan hepatitis serum.
Hepatitis akibat obat dan toksin dapat digolongkan ke dalam empat bagian yaitu: hepatotoksin-hepatotoksin direk, hepatotoksin-hepatotoksin indirec, reaksi hipersensitivitas terhadap obat, dan idiosinkrasi metabolik. Obat-obat yang dapat menyebabkan gangguan/kerusakan hepar adalah:
- Obat anastesi
- Obat antibiotik
- Obat antiinflamasi
- Obat antimetabolik dan imunosupresif
- antituberkulosa
- hormon-hormon
- obat psikotropik
- Lain-lain, contoh phenothiazine.
ETIOLOGI
Dua penyebab utama hepatitis adalah penyebab virus dan penyebab non virus. Sedangkan insidensi yang muncul tersering adalah hepatitis yang disebabkan oleh virus.
Hepatitis virus dapat dibagi ke dalam hepatitis A, B, C, D, E.
Hepatitis non virus disebabkan oleh agen bakteri, cedera oleh fisik atau kimia.
GAMBARAN KLINIS
Gambaran klinis dapat dibagi dalam dua kelompok:
Hepatitis kronik
- Secara klinis bervariasi dari keadaan dari keadaan tanpa keluhan sampai perasaan lelah yang sangat mengganggu. Adanya keluhan dan gejala hipertensi portal (asites, perdarahan varises esofagus) menunjukkan penyakit pada stadium yang sudah lanjut.
- Pemeriksaan biokimiawi menunjukkan peningkatan kadar bilirubin, transminase dan globulin serum.
- Gambaran histopatologis memperlihatkan kelainan morfologis yang khas untuk hepatitis kronik.
Hepatitis akut
- Pada umumnya, hepatitis tipe a, b, dan c mempunyai perjalanan klinis yang sama. Hepatitis tipe b dan c cenderung lebih parah perjalanan penyakitnya dan sering dihubungkan dengan serum-sickness.
- Serangan yang teringan tidak menunjukkan gejala dan hanya ditandai dengan naiknya transminase serum.
- Serangan ikterus biasanya pada orang dewasa dimulai dengan suatu masa prodmoral kurang lebih 3-4 hari sampai 2-3 minggu, saat mana pasien umumnya merasa “tidak enak badan”, menderita gejala digestif, terutama anoreksia dan nausea, dan kemudian ada panas badan ringan; ada nyeri di abdomen kanan atas, yang bertambah pada tiap guncangan badan; tak ada nafsu untuk merokok atau minum alkohol; perasaan badan tak enak bertambah menjelang malam dan pasien merasa sengsara.
- Kadang-kadang dapat menderita sakit kepala yang hebat.
- Hati dapat di palpasi dengan pinggiran yang lunak dan nyeri tekan pada 70% pasien.
- Setelah kurang lebih 1-4 minggu masa ikterik, biasanya pasien dewasa akan sembuh.
PENGOBATAN
Hepatitis akut hanya memberi efek sedikit pada perjalanan penyakit. Pada permulaan penyakit. Secara tradisional dianjurkan diet rendah lemak, tinggi karbohidrat, yang ternyata paling cocok untuk selera pasien yang anoreksia. obat-obatan tambahan seperti vitamin, asam-amino dan obat lipotropik tak diperlukan. Obat kortikosteroid tidak mengubah derajat nekrosis sel hati, tidak mempercepat penyembuhan, ataupun mempertinggi imunisasi hepatitis viral.
Hepatitis kronik tidak dianjurkan untuk istirahat di tempat tidur, aktivitas latihan kebugaran jasmani (physical fitness) dapat dilanjutkan secara bertahap. Tidak ada aturan diet tertentu tetapi alkohol dilarang. Sebelum pemberian terapi perlu dilakukan biopsi hati, adanya hepatitis kronik aktif berat merupakan petunjuk bahwa terapi harus segera diberikan. kasus dengan tingkat penularan tinggi harus dibedakan dari kasus pada stadium integrasi yang relatif noninfeksius; karena itu perlu diperiksa status HbeAg, antiHBe dan DNA VHB.
Pada kasus hepatitis karena obat atau toksin dan idiosinkrasi metabolik dapat diberikan cholestyramine untuk mengatasi pruritus yang hebat. Terapi-terapi lainnya hanya bersifat suportif.
PROGNOSIS DAN KOMPLIKASI
Pada hepatitis kronik oleh infeksi hepatitis B dikatakan mempunyai mortalitas tertinggi. di Inggris hepatitis non-A, non-B dikira karena hepatitis C, mempunyai kelangsungan hidup paling jelek, pasien yang agak tua atau yang kesehatan umumnya kurang, mempunyai prognosis yang jelek.
Pada hepatitis akut sangat bervariasi; pada sebagian kasus, penyakit berjalan ringan dengan perbaikan biokimiawi terjadi secara spontan dalam 1-3 tahun. pada sebagian kasus lainnya, hepatitis kronik persisten dan kronik aktif berubah menjadi keadaan yang lebih serius, bahkan berlanjut menjadi sirosis. Secara keseluruhan walaupun terdapat kelainan biokimiawi, pasien tetap asimtomatik dan jarang terjadi kegagalan hati di Jepang, Eropa, dan Amerika Serikat menunjukkan Anti-HVC positif.
komplikasi dapat berupa kegagalan hepar yang fulminan (sangat berat) atau dapat juga sirosis. Kekambuhan merupakan komplikasi pada kasus hepatitis akut.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA
PASIEN DENGAN HEPATITIS
PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Keluhan Utama
Penderita datang untuk berobat dengan keluhan tiba-tiba tidak nafsu makan, malaise, demam (lebih sering pada HVA). Rasa pegal linu dan sakit kepala pada HVB, dan hilang daya rasa lokal untuk perokok.
2. Pengkajian Kesehatan
Observasi/temuan
Aktivitas/istirahat: kelemahan, kelelahan, malaise umum.
Sirkulasi: bradikardi (hiperbilurubinia berat), ikterik pada sklera, kulit, membran mukosa.
Eliminasi: urine gelap, diare/konstipasi; feses warna tanah liat. Adanya/berulangnya hemodialisa.
Makanan/cairan: hilang nafsu makan (anoreksia), penurunan berat badan atau meningkat (edema), mual/muntah. Asites.
Neurosensori: peka rangsang, cenderung tidur, letargi, asteriksis.
Nyeri/ketidaknyamanan: kram abdomen, nyeri tekan pada quadrant kanan atas, mialgia, artralgia, sakit kepala, gatal (pruritus). Otot tegang, gelisah.
Pernafasan: tidak minat/enggan merokok (perokok).
Keamanan: adanya transfusi darah/produk darah. Demam, urtikaria, lesi makulopapular, eritema tak beraturan, ekserbasi jerawat, angioma jaring-jaring, eritema palmar, ginekomastia (kadan-kadang ada pula hepatitis alkoholik), splenomegali, pembesaran nodus servikal posterior.
Seksualitas: pola hidup/perilaku meningkatkan risiko terpejan (contoh homoseksual aktif/biseksual pada wanita).
Penyuluhan/pembelajaran: riwayat diketahui/mungkin terpejan pada virus, bakteri atau toksin (makanan terkontaminasi air, jarum, alat bedah atau darah); pembawa (simtomatik atau asimtomatik); adanya prosedur bedah dengan anastesia haloten; terpajan pada kimia toksik (contoh karbon tetraklorida, vinil klorida); obat resep (contoh sulfonamid, fenotiazid, isoniazid). Obat jalanan IV atau penggunaan alkohol, diabetes, GJK, atau penyakit ginjal, adanya infeksi seperti flu pada pernafasan atas.
Pemeriksaan diagnostik
- Tes fungsi hati: abnormal (4-10 kali dari normal). Catatan: merupakan batasan nilai untuk membedakan hepatitis virus dari non-virus.
- AST (SGOT/ALT (SGPT): awalnya meningkat. dapat meningkat 1-2 minggu sebelum ikterik kemudian tampak menurun.
- Darah lengkap: SDM menurun sehubungan dengan penurunan hidup SDM (gangguan enzim hati) atau mengakibatkan perdarahan.
- Leukopenia: trombositopenia, monositosis, limfosit atipikal, dan sel plasma.
- Alkali phosphatase: agak meningkat (kecuali ada kolestasis berat).
- Feses: warna tanah liat, steatore (penurunan fungsi hati).
- Albumin serum: menurun.
- Gula darah: hiperglikemia transien/hipoglikemia (gangguan fungsi hati).
- Anti-HAV IgM: positif pada tipe A.
- HbsAG: dapat positif (tipe B) atau negstif (tipe A). catatan: merupakan diagnostik sebelum terjadi gejala klinik.
- Masa protrombin: mungkin memanjang (disfungsi hati).
- Bilirubin serum: di atas 2,5 mg/100 ml (bila di atas 200 mg/ml, prognosis buruk mungkin berhubungan dengan peningkatan nekrosis seluler).
- Tes ekskresi BSP: Kadar darah meningkat.
- Biopsi hati: menunjukkan diagnosis dan luasnya nekrosis.
- Scan hati: membantu dalam perkiraan beratnya kerusakan parenkim.
- Urinalisa: peninggian kadar bilirubin: protein/hematuria dapat terjadi.
Potensial komplikasi
Infeksi HVA sering sembuh tanpa komplikasi, sedangkan infeksi HVB dan jenis virus lainnya dapat menjadi kronik dan infeksi HVD sering fatal.
Pada HVC kronis persisten dan kronik aktif berubah menjadi keadaan yang lebih serius, bahkan berlanjut menjadi sirosis.
Terapi dan perawatan
Penderita yang menunjukkan keluhan berat harus istirahat penuh selama 1-2 bulan.
Diet harus mengandung cukup kalori dan mudah dicerna.
Pada umumnya tidak perlu diberikan obat-obat, karena sebagian besar obat akan di metabolisme di hati dan meningkatkan SGPT.
Wanita hamil yang menderita hepatitis perlu segera di rujuk ke rumah sakit.
Pemeriksaan enzim SGPT dan gamma-GT perlu dilakukan untuk memantau keadaan penderita. Bila hasil pemeriksaan enzim tetap tinggi maka penderita dirujuk untuk menentukan apakah perjalanan penyakit mengarah ke hepatitis kronik.
Hepatitis b dapat dicegah dengan vaksin. Pencegahan ini hanya dianjurkan bagi orang-orang yang mengandung resiko terinfeksi.
Pada saat ini belum ada obat yang dapat memperbaiki kerusakan sel hati.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum; penurunan kekuatan/ketahanan; nyeri.
Intervensi:
Tingkatkan tirah baring/duduk. Berikan lingkungan tenang: batasi pengunjung sesuai keperluan.
Ubah posisi dengan sering, berikan perawatan kulit yang baik.
Lakukan tugas dengan cepat dan sesuai toleransi.
Tingkatkan aktivitas sesuai toleransi, Bantu melakukan latihan rentang gerak sendi pasif/aktif.
Dorong penggunaan teknik manajemen stres, contoh relaksasi progresif, visualisasi, bimbingan imajinasi, berikan aktivitas hiburan yang tepat contoh nonton TV, radio, membaca.
Awasi terulangnya anoreksia dan nyeri tekan pembesaran hati.
Berikan antidot atau bantu dalam prosedur sesuai indikasi (contoh lavase, katarsis, hiperventilasi) tergantung pada pemajanan.
Berikan obat sesuai indikasi: sedatif, agen antiansietas, contoh diazepam (valium): lorazepam (ativan).
Awasi kadar enzim hati.
Hasil Yang Diharapkan /Kriteria Evaluasi
- Pasien akan menyatakan pemahaman situasi/faktor risiko dan program pengobatan invididual.
- Menunjukkan teknik/perilaku yang melakukan kembali melakukan aktivitas.
- Melaporkan kemampuan melakukan peningkatan toleransi aktivitas.
2. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kegagalan masukan untuk memenuhi kebutuhan metabolik: anoreksia, mual/muntah dan gangguan absorbsi dan metabolisme pencernaan makanan: penurunan peristaltik (refleks viseral), empedu tertahan.
Intervensi
Awasi pemasukan diet/jumlah kalori. Berikan makan sedikit dalam frekuensi sering dan tawarkan makan pagi paling besar.
Berikan perawatan mulut sebelum makan.
Anjurkan makan pada posisi duduk tegak.
Dorong pemasukan sari jeruk, minuman karbonat dan permen berat sepanjang hari.
Konsultasikan pada ahli diet, dukungan tim nutrisi untuk memberikan diet sesuai kebutuhan pasien, dengan masukan lemak dan protein sesuai toleransi.
Awasi glukosa darah.
Berikan obat sesuai indikasi:
- Antiemitik (contoh metalopramide (reglan)).
- Antasida (contoh mylanta).
- Vitamin (contoh b kokpleks).
- Terapi steroid (contoh prednison (deltasone)).
Berikan tambahan makanan/nutrisi dukungan total bila dibutuhkan.
Hasil yang diharapkan /kriteria evaluasi
- Pasien akan menunjukkan perilaku perubahan pola hidup untuk meningkatkan/mempertahankan berat badan yang sesuai.
- Pasien akan menunjukkan peningkatan berat badan mencapai tujuan dengan nilai laboratorium dan bebas tanda malnutrisi.
3. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan berlebihan melalui muntah dan diare, perpindahan area ketiga (asites) dan proses pembekuan darah.
Intervensi
Awasi masukan dan haluaran. Bandingkan dengan berat badan harian. Catat kehilangan melalui usus, contoh muntah dan diare.
Kaji tanda vital, nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit, dan membran mukosa.
Periksa asites atau pembentukan edema. Ukur lingkar abdomen sesuai indikasi.
Biarkan pasien menggunakan laporan katun/spon dan pembersih mulut untuk sikat gigi.
Observasi tanda perdarahan, contoh hematuria/melena, ekimosis, perdarahan terus-menerus dari gusi/bekas injeksi.
Awasi nilai laboratorium, contoh Hb/ht, Na+ albumin, dan waktu pembekuan.
Berikan cairan iv (biasanya glukosa), elektrolit:
- Protein hidrolisat.
- Vitamin K
- Antasida atau reseptor H2 antagonis, contoh simetidin (tagamet).
- Obat-obat antidiare, misal, difenoksilat dan atripin (lomotil).
- Plasma beku segar (fresh frozen plasma/ffp).
Hasil yang diharapkan /kriteria evaluasi
Pasien akan mempertahankan hidrasi adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, torgor kulit baik, pengisian kapiler, nadi perifer kuat, dan haluaran urine pasien adekuat.
4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tak adekuat (contoh leukopenia, penekanan respons inflamasi) dan depresi imun; malnutrisi; kurang pengetahuan untuk menghindari pemajanan pada patogen.
Intervensi
Lakukan teknik isolasi untuk infeksi enterik dan perbatasan sesuai kebijaksanaan rumah sakit: termasuk cuci tangan efektif.
Awasi/batasi pengunjung sesuai indikasi.
Jelaskan prosedur isolasi pada pasien/orang terdekat.
Berikan informasi tentang adanya gama globulin. Isg. Hbig. Vaksin hepatitis b (rekombivax hb, engerix-b) melalui DepKes atau dokter keluarga.
Berikan obat sesuai indikasi:
- Obat antivirus: vidaralun (vira-a), asiklovir (zovirak); interferon alfa-2b (intron-a);
- Antibiotik tepat untuk egen pencegahan (contoh, garam negatif, bakteri anaerob) atau proses sekunder.
Hasil yang diharapkan /kriteria evaluasi
- Pasien akan menyatakan pemahaman penyebab individu/faktor resiko.
- Menunjukkan teknik; melakukan perubahan pola hidup untuk menghindari infeksi ulang/transmisi ke orang lain.
5. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan zat kimia: akumulasi garam empedu dalam jaringan.
Intervensi
Gunakan air mandi dingin dan soda kue atau mandi kanji. Hindari sabun alkali. Berikan minyak kalamin sesuai indikasi.
Anjurkan menggunakan buku-buku jari untuk menggaruk bila tidak terkontrol. Pertahankan kuku jari terpotong pendek pada pasien koma atau selama jam tidur. Anjurkan melepas pakaian ketat. Berikan sprei katun lembut.
Berikan massage pada waktu tidur.
Hindari komentar tentang penampilan pasien.
Berikan obat sesuai indikasi:
- Anhistamin, contoh metdilazin (tacaryl); difenhidramin (benadryl).
- Antilipemik, contoh kolestramin (questran).
Hasil yang diharapkan /kriteria evaluasi
- Pasien akan menunjukkan jaringan/kulit utuh, bebas ekskoriasi.
- Pasien akan melaporkan tak ada/penurunan pruritus/lecet
6. Kurang pengetahuan [kebutuhan belajar] tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan.
Intervensi
Kaji tingkat pemahaman proses penyakit, harapan/prognosis, kemungkinan pilihan pengobatan.
Berikan informasi khusus tentang pencegahan/penularan penyakit, contoh kontak yang memerlukan gamma globulin; masalah pribadi tak perlu dibagi; tekankan cuci tangan dan sanitasi pakaian.
Rencanakan memulai aktivitas sesuai toleransi dengan periode istirahat adekuat. Diskusikan pembatasan mengangkat berat, latihan keras/olahraga.
Bantu pasien mengidentifikasi aktivitas diet seimbang.
Dorong kesinambungan diet seimbang.
Identifikasi cara untuk mempertahankan fungsi usus biasanya, contoh masukan cairan adekuat/diet srta, aktivitas/latihan sedang sesuai toleransi.
Diskusikan efek samping dan bahaya minum obat yang dijual bebas/diresepkan (contoh asetaminofen, aspirin) dan perlunya melaporkan ke pemberi perawatan tentang diagnosa.
Diskusikan pembatasan donator darah.
Tekankan pentingnya mengevaluasi pemeriksaan fisik dan evaluasi laboratorium.
Kaji ulang perlunya menghindari alkohol selama 6-12 bulan minimum atau lebih sesuai toleransi individu.
Hasil yang diharapkan /kriteria evaluasi
- Pasien akan menyatakan pemahaman proses penyakit dan pengobatan.
- Pasien akan mengidentifikasi hubungan tanda/gejala penyakit dan hubungan gejala dengan faktor penyebab.
- Pasien akan melakukan perubahan perilaku dan berpartisipasi pada pengobatan.
DAFTAR PUSTAKA
Corwin, Elizabeth J. 2000. Handbook of Pathophysiology. Lippincott-Raven Publishers. Philadelphia, U.S.A
Doengoes, Marilynn E. Et al. 1999, Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Suparman, 1987. Ilmu Penyakit Dalam, jilid I Edisi II. Penerbit Balai FKUI Jakarta
---. Pedoman Pengobatan. Jakarta: Yayasan Essentia Medica
Hepatitis adalah merupakan inflamasi hati dapat terjadi karena invasi bakteri, cedera oleh agen fisik atau kimia (non-viral), atau infeksi virus (hepatitis A, B, C, D, E).
DESKRIPSI DAN PATOFISIOLOGI
Virus atau bakteri yang menginfeksi manusia masuk ke aliran darah dan terbawa sampai ke hati. di sini agen infeksi menetap dan mengakibatkan peradangan dan terjadi kerusakan sel-sel hati (hal ini dapat dilihat pada pemeriksaan SGO T dan SGPT). akibat kerusakan ini maka terjadi penurunan penyerapan dan konjugasii bilirubin sehingga terjadi disfungsi hepatosit dan mengakibatkan ikterik. peradangan ini akan mengakibatkan peningkatan suhu tubuh sehinga timbul gejala tidak nafsu makan (anoreksia). salah satu fungsi hati adalah sebagai penetralisir toksin, jika toksin yang masuk berlebihan atau tubuh mempunyai respon hipersensitivitas, maka hal ini merusak hati sendiri dengan berkurangnya fungsinya sebagai kelenjar terbesar sebagai penetral racun. Aktivitas yang berlebihan yang memerlukan energi secara cepat dapat menghasilkan H2O2 yang berdampak pada keracunan secara lambat dan juga merupakan hepatitis non-virus. H2O2 juga dihasilkan melalui pemasukan alkohol yang banyak dalam waktu yang relatif lama, ini biasanya terjadi pada alkoholik.
Peradangan yang terjadi mengakibatkan hiperpermea-bilitas sehingga terjadi pembesaran hati, dan hal ini dapat diketahui dengan meraba/palpasi hati. Nyeri tekan dapat terjadi pada saat gejala ikterik mulai nampak.
Hepatitis viral dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu kronik dan akut. Klasifikasi hepatitis viral akut dapat dibagi atas hepatitis akut viral yang khas, hepatitis yang tak khas (asimtomatik), hepatitis viral akut yang simtomatik, hepatitis viral anikterik dan hepatitis viral ikterik. Hepatitis virus kronik dapat diklasifikasikan dalam 3 kelompok yaitu hepatitis kronik persisten, hepatitis kronik lobular, dan hepatitis kronik aktif. hepatitis virus hepatitis A mempunyai masa inkubasi singkat/hepatitis infeksiosa, panas badan (pireksia) didapatkan paling sering pada hepatitis A. Hepatitis tipe B mempunyai masa inkubasi lama atau disebut dengan hepatitis serum.
Hepatitis akibat obat dan toksin dapat digolongkan ke dalam empat bagian yaitu: hepatotoksin-hepatotoksin direk, hepatotoksin-hepatotoksin indirec, reaksi hipersensitivitas terhadap obat, dan idiosinkrasi metabolik. Obat-obat yang dapat menyebabkan gangguan/kerusakan hepar adalah:
- Obat anastesi
- Obat antibiotik
- Obat antiinflamasi
- Obat antimetabolik dan imunosupresif
- antituberkulosa
- hormon-hormon
- obat psikotropik
- Lain-lain, contoh phenothiazine.
ETIOLOGI
Dua penyebab utama hepatitis adalah penyebab virus dan penyebab non virus. Sedangkan insidensi yang muncul tersering adalah hepatitis yang disebabkan oleh virus.
Hepatitis virus dapat dibagi ke dalam hepatitis A, B, C, D, E.
Hepatitis non virus disebabkan oleh agen bakteri, cedera oleh fisik atau kimia.
GAMBARAN KLINIS
Gambaran klinis dapat dibagi dalam dua kelompok:
Hepatitis kronik
- Secara klinis bervariasi dari keadaan dari keadaan tanpa keluhan sampai perasaan lelah yang sangat mengganggu. Adanya keluhan dan gejala hipertensi portal (asites, perdarahan varises esofagus) menunjukkan penyakit pada stadium yang sudah lanjut.
- Pemeriksaan biokimiawi menunjukkan peningkatan kadar bilirubin, transminase dan globulin serum.
- Gambaran histopatologis memperlihatkan kelainan morfologis yang khas untuk hepatitis kronik.
Hepatitis akut
- Pada umumnya, hepatitis tipe a, b, dan c mempunyai perjalanan klinis yang sama. Hepatitis tipe b dan c cenderung lebih parah perjalanan penyakitnya dan sering dihubungkan dengan serum-sickness.
- Serangan yang teringan tidak menunjukkan gejala dan hanya ditandai dengan naiknya transminase serum.
- Serangan ikterus biasanya pada orang dewasa dimulai dengan suatu masa prodmoral kurang lebih 3-4 hari sampai 2-3 minggu, saat mana pasien umumnya merasa “tidak enak badan”, menderita gejala digestif, terutama anoreksia dan nausea, dan kemudian ada panas badan ringan; ada nyeri di abdomen kanan atas, yang bertambah pada tiap guncangan badan; tak ada nafsu untuk merokok atau minum alkohol; perasaan badan tak enak bertambah menjelang malam dan pasien merasa sengsara.
- Kadang-kadang dapat menderita sakit kepala yang hebat.
- Hati dapat di palpasi dengan pinggiran yang lunak dan nyeri tekan pada 70% pasien.
- Setelah kurang lebih 1-4 minggu masa ikterik, biasanya pasien dewasa akan sembuh.
PENGOBATAN
Hepatitis akut hanya memberi efek sedikit pada perjalanan penyakit. Pada permulaan penyakit. Secara tradisional dianjurkan diet rendah lemak, tinggi karbohidrat, yang ternyata paling cocok untuk selera pasien yang anoreksia. obat-obatan tambahan seperti vitamin, asam-amino dan obat lipotropik tak diperlukan. Obat kortikosteroid tidak mengubah derajat nekrosis sel hati, tidak mempercepat penyembuhan, ataupun mempertinggi imunisasi hepatitis viral.
Hepatitis kronik tidak dianjurkan untuk istirahat di tempat tidur, aktivitas latihan kebugaran jasmani (physical fitness) dapat dilanjutkan secara bertahap. Tidak ada aturan diet tertentu tetapi alkohol dilarang. Sebelum pemberian terapi perlu dilakukan biopsi hati, adanya hepatitis kronik aktif berat merupakan petunjuk bahwa terapi harus segera diberikan. kasus dengan tingkat penularan tinggi harus dibedakan dari kasus pada stadium integrasi yang relatif noninfeksius; karena itu perlu diperiksa status HbeAg, antiHBe dan DNA VHB.
Pada kasus hepatitis karena obat atau toksin dan idiosinkrasi metabolik dapat diberikan cholestyramine untuk mengatasi pruritus yang hebat. Terapi-terapi lainnya hanya bersifat suportif.
PROGNOSIS DAN KOMPLIKASI
Pada hepatitis kronik oleh infeksi hepatitis B dikatakan mempunyai mortalitas tertinggi. di Inggris hepatitis non-A, non-B dikira karena hepatitis C, mempunyai kelangsungan hidup paling jelek, pasien yang agak tua atau yang kesehatan umumnya kurang, mempunyai prognosis yang jelek.
Pada hepatitis akut sangat bervariasi; pada sebagian kasus, penyakit berjalan ringan dengan perbaikan biokimiawi terjadi secara spontan dalam 1-3 tahun. pada sebagian kasus lainnya, hepatitis kronik persisten dan kronik aktif berubah menjadi keadaan yang lebih serius, bahkan berlanjut menjadi sirosis. Secara keseluruhan walaupun terdapat kelainan biokimiawi, pasien tetap asimtomatik dan jarang terjadi kegagalan hati di Jepang, Eropa, dan Amerika Serikat menunjukkan Anti-HVC positif.
komplikasi dapat berupa kegagalan hepar yang fulminan (sangat berat) atau dapat juga sirosis. Kekambuhan merupakan komplikasi pada kasus hepatitis akut.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA
PASIEN DENGAN HEPATITIS
PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Keluhan Utama
Penderita datang untuk berobat dengan keluhan tiba-tiba tidak nafsu makan, malaise, demam (lebih sering pada HVA). Rasa pegal linu dan sakit kepala pada HVB, dan hilang daya rasa lokal untuk perokok.
2. Pengkajian Kesehatan
Observasi/temuan
Aktivitas/istirahat: kelemahan, kelelahan, malaise umum.
Sirkulasi: bradikardi (hiperbilurubinia berat), ikterik pada sklera, kulit, membran mukosa.
Eliminasi: urine gelap, diare/konstipasi; feses warna tanah liat. Adanya/berulangnya hemodialisa.
Makanan/cairan: hilang nafsu makan (anoreksia), penurunan berat badan atau meningkat (edema), mual/muntah. Asites.
Neurosensori: peka rangsang, cenderung tidur, letargi, asteriksis.
Nyeri/ketidaknyamanan: kram abdomen, nyeri tekan pada quadrant kanan atas, mialgia, artralgia, sakit kepala, gatal (pruritus). Otot tegang, gelisah.
Pernafasan: tidak minat/enggan merokok (perokok).
Keamanan: adanya transfusi darah/produk darah. Demam, urtikaria, lesi makulopapular, eritema tak beraturan, ekserbasi jerawat, angioma jaring-jaring, eritema palmar, ginekomastia (kadan-kadang ada pula hepatitis alkoholik), splenomegali, pembesaran nodus servikal posterior.
Seksualitas: pola hidup/perilaku meningkatkan risiko terpejan (contoh homoseksual aktif/biseksual pada wanita).
Penyuluhan/pembelajaran: riwayat diketahui/mungkin terpejan pada virus, bakteri atau toksin (makanan terkontaminasi air, jarum, alat bedah atau darah); pembawa (simtomatik atau asimtomatik); adanya prosedur bedah dengan anastesia haloten; terpajan pada kimia toksik (contoh karbon tetraklorida, vinil klorida); obat resep (contoh sulfonamid, fenotiazid, isoniazid). Obat jalanan IV atau penggunaan alkohol, diabetes, GJK, atau penyakit ginjal, adanya infeksi seperti flu pada pernafasan atas.
Pemeriksaan diagnostik
- Tes fungsi hati: abnormal (4-10 kali dari normal). Catatan: merupakan batasan nilai untuk membedakan hepatitis virus dari non-virus.
- AST (SGOT/ALT (SGPT): awalnya meningkat. dapat meningkat 1-2 minggu sebelum ikterik kemudian tampak menurun.
- Darah lengkap: SDM menurun sehubungan dengan penurunan hidup SDM (gangguan enzim hati) atau mengakibatkan perdarahan.
- Leukopenia: trombositopenia, monositosis, limfosit atipikal, dan sel plasma.
- Alkali phosphatase: agak meningkat (kecuali ada kolestasis berat).
- Feses: warna tanah liat, steatore (penurunan fungsi hati).
- Albumin serum: menurun.
- Gula darah: hiperglikemia transien/hipoglikemia (gangguan fungsi hati).
- Anti-HAV IgM: positif pada tipe A.
- HbsAG: dapat positif (tipe B) atau negstif (tipe A). catatan: merupakan diagnostik sebelum terjadi gejala klinik.
- Masa protrombin: mungkin memanjang (disfungsi hati).
- Bilirubin serum: di atas 2,5 mg/100 ml (bila di atas 200 mg/ml, prognosis buruk mungkin berhubungan dengan peningkatan nekrosis seluler).
- Tes ekskresi BSP: Kadar darah meningkat.
- Biopsi hati: menunjukkan diagnosis dan luasnya nekrosis.
- Scan hati: membantu dalam perkiraan beratnya kerusakan parenkim.
- Urinalisa: peninggian kadar bilirubin: protein/hematuria dapat terjadi.
Potensial komplikasi
Infeksi HVA sering sembuh tanpa komplikasi, sedangkan infeksi HVB dan jenis virus lainnya dapat menjadi kronik dan infeksi HVD sering fatal.
Pada HVC kronis persisten dan kronik aktif berubah menjadi keadaan yang lebih serius, bahkan berlanjut menjadi sirosis.
Terapi dan perawatan
Penderita yang menunjukkan keluhan berat harus istirahat penuh selama 1-2 bulan.
Diet harus mengandung cukup kalori dan mudah dicerna.
Pada umumnya tidak perlu diberikan obat-obat, karena sebagian besar obat akan di metabolisme di hati dan meningkatkan SGPT.
Wanita hamil yang menderita hepatitis perlu segera di rujuk ke rumah sakit.
Pemeriksaan enzim SGPT dan gamma-GT perlu dilakukan untuk memantau keadaan penderita. Bila hasil pemeriksaan enzim tetap tinggi maka penderita dirujuk untuk menentukan apakah perjalanan penyakit mengarah ke hepatitis kronik.
Hepatitis b dapat dicegah dengan vaksin. Pencegahan ini hanya dianjurkan bagi orang-orang yang mengandung resiko terinfeksi.
Pada saat ini belum ada obat yang dapat memperbaiki kerusakan sel hati.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum; penurunan kekuatan/ketahanan; nyeri.
Intervensi:
Tingkatkan tirah baring/duduk. Berikan lingkungan tenang: batasi pengunjung sesuai keperluan.
Ubah posisi dengan sering, berikan perawatan kulit yang baik.
Lakukan tugas dengan cepat dan sesuai toleransi.
Tingkatkan aktivitas sesuai toleransi, Bantu melakukan latihan rentang gerak sendi pasif/aktif.
Dorong penggunaan teknik manajemen stres, contoh relaksasi progresif, visualisasi, bimbingan imajinasi, berikan aktivitas hiburan yang tepat contoh nonton TV, radio, membaca.
Awasi terulangnya anoreksia dan nyeri tekan pembesaran hati.
Berikan antidot atau bantu dalam prosedur sesuai indikasi (contoh lavase, katarsis, hiperventilasi) tergantung pada pemajanan.
Berikan obat sesuai indikasi: sedatif, agen antiansietas, contoh diazepam (valium): lorazepam (ativan).
Awasi kadar enzim hati.
Hasil Yang Diharapkan /Kriteria Evaluasi
- Pasien akan menyatakan pemahaman situasi/faktor risiko dan program pengobatan invididual.
- Menunjukkan teknik/perilaku yang melakukan kembali melakukan aktivitas.
- Melaporkan kemampuan melakukan peningkatan toleransi aktivitas.
2. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kegagalan masukan untuk memenuhi kebutuhan metabolik: anoreksia, mual/muntah dan gangguan absorbsi dan metabolisme pencernaan makanan: penurunan peristaltik (refleks viseral), empedu tertahan.
Intervensi
Awasi pemasukan diet/jumlah kalori. Berikan makan sedikit dalam frekuensi sering dan tawarkan makan pagi paling besar.
Berikan perawatan mulut sebelum makan.
Anjurkan makan pada posisi duduk tegak.
Dorong pemasukan sari jeruk, minuman karbonat dan permen berat sepanjang hari.
Konsultasikan pada ahli diet, dukungan tim nutrisi untuk memberikan diet sesuai kebutuhan pasien, dengan masukan lemak dan protein sesuai toleransi.
Awasi glukosa darah.
Berikan obat sesuai indikasi:
- Antiemitik (contoh metalopramide (reglan)).
- Antasida (contoh mylanta).
- Vitamin (contoh b kokpleks).
- Terapi steroid (contoh prednison (deltasone)).
Berikan tambahan makanan/nutrisi dukungan total bila dibutuhkan.
Hasil yang diharapkan /kriteria evaluasi
- Pasien akan menunjukkan perilaku perubahan pola hidup untuk meningkatkan/mempertahankan berat badan yang sesuai.
- Pasien akan menunjukkan peningkatan berat badan mencapai tujuan dengan nilai laboratorium dan bebas tanda malnutrisi.
3. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan berlebihan melalui muntah dan diare, perpindahan area ketiga (asites) dan proses pembekuan darah.
Intervensi
Awasi masukan dan haluaran. Bandingkan dengan berat badan harian. Catat kehilangan melalui usus, contoh muntah dan diare.
Kaji tanda vital, nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit, dan membran mukosa.
Periksa asites atau pembentukan edema. Ukur lingkar abdomen sesuai indikasi.
Biarkan pasien menggunakan laporan katun/spon dan pembersih mulut untuk sikat gigi.
Observasi tanda perdarahan, contoh hematuria/melena, ekimosis, perdarahan terus-menerus dari gusi/bekas injeksi.
Awasi nilai laboratorium, contoh Hb/ht, Na+ albumin, dan waktu pembekuan.
Berikan cairan iv (biasanya glukosa), elektrolit:
- Protein hidrolisat.
- Vitamin K
- Antasida atau reseptor H2 antagonis, contoh simetidin (tagamet).
- Obat-obat antidiare, misal, difenoksilat dan atripin (lomotil).
- Plasma beku segar (fresh frozen plasma/ffp).
Hasil yang diharapkan /kriteria evaluasi
Pasien akan mempertahankan hidrasi adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, torgor kulit baik, pengisian kapiler, nadi perifer kuat, dan haluaran urine pasien adekuat.
4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tak adekuat (contoh leukopenia, penekanan respons inflamasi) dan depresi imun; malnutrisi; kurang pengetahuan untuk menghindari pemajanan pada patogen.
Intervensi
Lakukan teknik isolasi untuk infeksi enterik dan perbatasan sesuai kebijaksanaan rumah sakit: termasuk cuci tangan efektif.
Awasi/batasi pengunjung sesuai indikasi.
Jelaskan prosedur isolasi pada pasien/orang terdekat.
Berikan informasi tentang adanya gama globulin. Isg. Hbig. Vaksin hepatitis b (rekombivax hb, engerix-b) melalui DepKes atau dokter keluarga.
Berikan obat sesuai indikasi:
- Obat antivirus: vidaralun (vira-a), asiklovir (zovirak); interferon alfa-2b (intron-a);
- Antibiotik tepat untuk egen pencegahan (contoh, garam negatif, bakteri anaerob) atau proses sekunder.
Hasil yang diharapkan /kriteria evaluasi
- Pasien akan menyatakan pemahaman penyebab individu/faktor resiko.
- Menunjukkan teknik; melakukan perubahan pola hidup untuk menghindari infeksi ulang/transmisi ke orang lain.
5. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan zat kimia: akumulasi garam empedu dalam jaringan.
Intervensi
Gunakan air mandi dingin dan soda kue atau mandi kanji. Hindari sabun alkali. Berikan minyak kalamin sesuai indikasi.
Anjurkan menggunakan buku-buku jari untuk menggaruk bila tidak terkontrol. Pertahankan kuku jari terpotong pendek pada pasien koma atau selama jam tidur. Anjurkan melepas pakaian ketat. Berikan sprei katun lembut.
Berikan massage pada waktu tidur.
Hindari komentar tentang penampilan pasien.
Berikan obat sesuai indikasi:
- Anhistamin, contoh metdilazin (tacaryl); difenhidramin (benadryl).
- Antilipemik, contoh kolestramin (questran).
Hasil yang diharapkan /kriteria evaluasi
- Pasien akan menunjukkan jaringan/kulit utuh, bebas ekskoriasi.
- Pasien akan melaporkan tak ada/penurunan pruritus/lecet
6. Kurang pengetahuan [kebutuhan belajar] tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan.
Intervensi
Kaji tingkat pemahaman proses penyakit, harapan/prognosis, kemungkinan pilihan pengobatan.
Berikan informasi khusus tentang pencegahan/penularan penyakit, contoh kontak yang memerlukan gamma globulin; masalah pribadi tak perlu dibagi; tekankan cuci tangan dan sanitasi pakaian.
Rencanakan memulai aktivitas sesuai toleransi dengan periode istirahat adekuat. Diskusikan pembatasan mengangkat berat, latihan keras/olahraga.
Bantu pasien mengidentifikasi aktivitas diet seimbang.
Dorong kesinambungan diet seimbang.
Identifikasi cara untuk mempertahankan fungsi usus biasanya, contoh masukan cairan adekuat/diet srta, aktivitas/latihan sedang sesuai toleransi.
Diskusikan efek samping dan bahaya minum obat yang dijual bebas/diresepkan (contoh asetaminofen, aspirin) dan perlunya melaporkan ke pemberi perawatan tentang diagnosa.
Diskusikan pembatasan donator darah.
Tekankan pentingnya mengevaluasi pemeriksaan fisik dan evaluasi laboratorium.
Kaji ulang perlunya menghindari alkohol selama 6-12 bulan minimum atau lebih sesuai toleransi individu.
Hasil yang diharapkan /kriteria evaluasi
- Pasien akan menyatakan pemahaman proses penyakit dan pengobatan.
- Pasien akan mengidentifikasi hubungan tanda/gejala penyakit dan hubungan gejala dengan faktor penyebab.
- Pasien akan melakukan perubahan perilaku dan berpartisipasi pada pengobatan.
DAFTAR PUSTAKA
Corwin, Elizabeth J. 2000. Handbook of Pathophysiology. Lippincott-Raven Publishers. Philadelphia, U.S.A
Doengoes, Marilynn E. Et al. 1999, Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Suparman, 1987. Ilmu Penyakit Dalam, jilid I Edisi II. Penerbit Balai FKUI Jakarta
---. Pedoman Pengobatan. Jakarta: Yayasan Essentia Medica